“Sampai kapan pun Ibu tidak akan merestui hubungan kalian. Dunia, akhirat, ibu tidak akan berikan restu Ibu. Camkan itu!!!!!!!!”
*****
Risa tertunduk lesu, setelah percakapan dengan ibunya lewat telepon. Tiga tahun sudah Risa menjalin kisah kasih dengan Ari. Dan baru dua tahun ini, Risa berani mengajak dan mengenalkan Ari ke Ibunya. Namun, setahun belakangan Risa tidak mendapatkan restu dari Ibunya. Setiap kali Risa menanyakan alasan hal itu , Ibu Risa hanya membuang muka seraya bilang ” Masih banyak Ari - Ari yang lain yang lebih baik dari Arimu sekarang ini, Risa”
*****
Risa, seorang gadis yang hanya tinggal sendirian dengan ibunya. Sejak kecil, Risa tidak pernah mengenal Ayahnya. Dan tidak pula, Ibu Risa menceritakan keberadaan yang jelas tentang sosok Ayah Risa. Setiap kali ditanya pasti jawabannya, “Ayahmu sudah punya rumah baru di Surga, Nak. ” Biarkanlah Ayahmu bahagia di sana.”
*****
Kehidupan tanpa seorang ayah sejak kecil, membuat Risa menjadi gadis yang tumbuh mandiri dengan karakter dan kepribadian yang kuat. Mengingat hanya seorang ibu yang membesarkan dirinya, tak pernah sepatah katapun keluar dari mulut Risa yang membuat hati ibunya terluka. Setiap permintaan ibunya, tidak pernah Risa tolak, sekalipun itu bertentangan dengan kata hatinya. Seperti sekarang ini, menjadi seorang dokter bukanlah keinginan Risa, namun oleh karena tidak mau melihat ibunya kecewa, dengan berat hati dan berusaha ikhlas, akhirnya Risa menuruti kemauan Ibunya.
*****
Yahh…., selama ini Risa tidak pernah menolak apapun permintaan ibunya, sampai Risa bertemu Ari, lelaki tambatan hatinya yang tak pernah mendapatkan restu dari Ibu Risa.
*****
Pertemuan Risa dan Ari terjadi tidak sengaja. Waktu itu Ari sedang berobat di rumah sakit, dan kebetulan Risa adalah dokter jaga saat itu. Karena sakit yang diderita Ari waktu itu membutuhkan beberapa kali control, sehingga membuat frekuensi pertemuan mereka sering, hingga akhirnya terjalin hubungan special diantara mereka.
Tahun ini merupakan tahun ketiga jalinan kasih mereka. Setiap kali Ari datang ke rumah, ibu risa selalu memberikan respon yang positif. Tak ada satu pun dalam diri Ari yang membuat Ibu Risa tidak menyukai sosoknya. Sopan, Mandiri, Bersahaja dan bertanggungjawab. Kriteria calon mantu yang ideal sudah pantas disandang oleh Ari. Namun, ada yang tiba - tiba berubah akhir - akhir ini. Mendadak, tanpa ada penjelasan, Ibu Risa memberikan ultimatum tidak akan memberikan restu untuk hubungan mereka berdua.
“Bu, apa yang kurang dari Ari? Bukankah dari awal Risa kenalin Ari ke ibu, ibu begitu senang, sampai - sampai ibu minta kami segera meresmikan hubungan kami, tapi kenapa sekarang jadi berubah 180 derajat bu? Kenapa bu???Kenapa tidak dari awal Ibu bilang kalau memang tidak merestui hubungan Kami, kenapa baru sekarang bu, kenapa baru sekarang ketika kami mau membangun mimpi - mimpi indah kami. Kenapa, Bu?Risa butuh penjelasan, bu bukan hanya sekedar ultimatum dari Ibu. “
Tanpa penjelasan apapun, Ibu Risa berlalu meninggalkan Risa dalam diam dan tangisnya.
Sebulan sudah risa berkutat dengan kebingungan atas sikap ibunya terhadap penolakan hubungannya dengan ari. Sampai risa menemukan hal yang tidak pernah disangkanya. Yah… sepucuk surat yang tanpa sengaja dia temukan di kamar ibunya.
Teruntuk Istriku,
Sayang, kepergianku bukanlah tanpa sebab. Aku tidak sanggup mengatakan hal ini secara langsung. Aku harus pergi meninggalkanmu, bukan, bukan hanya meninggalkanmu, melainkan meninggalkanmu dan anak kita Risa. Sungguh, sangat berat aku sebenarnya meninggalkanmu dan anak kita. Namun, apa boleh buat. Orang tuaku sampai sekarang tidak menyetujui pernikahan kita, walaupun kita sudah memberikan beliau cucu yang sangat lucu. Walaupun istri pertamaku sudah berusaha untuk membujuk orangtuaku untuk menerimamu dan anak kita, namun beliau tak bergeming. Alhasil, dengan berat hati aku harus meninggalkan kalian dan kembali ke istri pertama dan anak laki - lakiku. Yah… aku masih berharap suatu saat kita semua bisa berkumpul lagi. Paling tidak, aku berharap nantinya aku bisa mempertemukan Ari, anak laki-lakiku dengan adiknya Risa.
Beribu bahkan berjuta kata maaf mungkin tidak mampu menebus semua kesalahanku padamu. Namun, percayalah, aku sayang kalian.
Salam,
Suamimu.
Bagaikan disambar petir di siang bolong, Risa diam tak berkedip membaca berulang-ulang surat yang baru saja dia temukan. Surat dari ayahnya. Yah, ayah yang selama ini disembunyikan identitasnya oleh ibunya. Ayah yang selama ini ternyata telah meninggalkanya, bukan karena meninggal, melainkan karena pernikahan dengan ibunya bukanlah pernikahan yang disetujui. Tidak berhenti sampai di situ saja, jantung risa bedetak. Ari. Tertulis nama Ari dalam surat ayahnya. Entah mengapa pikiran Risa langsung tertuju dengan Ari kekasihnya. Tanpa pikir panjang, Risa langsung mencari ibunya seraya membawa surat yang barusan dia temukan untuk meminta penjelasan.
“Risa mohon bu, penjelasan untuk surat yang barusan risa temukan di kamar Ibu. ” dengan menahan isak tangis, risa menunjukkan surat itu kepada ibunya.
Nampak jelas terlihat keterkejutan di raut muka ibu risa. Namun, dengan tenang, dan perlahan Ibu Risa menjelaskan pada anak semata wayangnya.
“Jadi, Ibu harap, kamu bisa mengerti, kenapa ibu akhirnya tidak merestui hubungan kamu dengan Ari, sayang. Bukan karena ibu tidak suka dengan sosok pribadinya. Bukan, sayang. Karena hubungan kalian hal yang tidak mungkin untuk dilanjutkan lebih jauh lagi. Ari adalah kakak kandungmu, walaupun kalian dilahirkan dari rahim yang berbeda. Awalnya Ibu tidak yakin, nama Ari yang disebutkan dalam surat ayahmu itu adalah Ari kekasihmu itu. Namun, lambat laun Ibu semakin yakin, setelah tanpa sengaja ibu melihat Ari berbincang dengan seorang lelaki paruh baya yang dikenalkannya ke ibu sebagai ayahnya. Dan kamu tahu sayang, ayahnya adalah ayahmu juga. “
Hanya isak tangis yang terdengar pada saat itu. Risa tidak mampu lagi berkata apapun. Bibirnya serasa kelu. Batinnya pedih.
“Kenapa, baru sekarang bu, kenapa baru sekarang ibu cerita semua ini, kenapa ibu baru cerita di saat aku telah mengandung benih cinta Ari dalam rahimku, kenapa Bu?” batin Risa, masih dengan isak tangisnya.
No comments:
Post a Comment