Image taken from www.layoutsparks.com
Tidak seperti biasanya, suasana di Desa Rangkat akhir-akhir ini begitu mencekam. Apalagi pada malam Jumat Kliwon seperti malam ini. Dari selepas maghrib tadi sampai menjelang tengah malam, lolongan anjing terus terdengar saling bersahut - sahutan. Lolongan yang lebih mirip dengan lolongan Serigala. Belum lagi aroma kemenyan yang semerbak dimana-mana, makin membuat bulu kudu merinding.
Pos ronda pun yang biasanya selalu diramaikan oleh guyonan dan penuh ejekan dari bujang - bujang Desa Rangkat juga terlihat sepi. Hanya terlihat mas Hans dan Dorma yang sedang asyik bermain catur.
Aku sendiri baru pulang lembur dari Kantor Desa. Ketika melewati rumah Ki Dalang Edi Siswoyo, aku merasakan sesuatu yang aneh. Ada bau kemenyan yang sangat menyengat ketika aku melintasi rumahnya. Juga suara - suara aneh yang terdengar dari dalam rumahnya. Tanpa menoleh, aku langsung bergegas menjauh dari rumah Ki Dalang.
Sewaktu melewati pos ronda, aku menghampiri mas Hans dan Dorma yang sedang asyik bermain catur.
“Mas Hanssssssss…….mas Hansss..mas Hansss……,” panggilku gemetar.
“Acik, kamu kenapa sih…? Kayak orang habis melihat hantu aja…… Ada apa sih…?? Kamu habis lihat hantu di mana…?” tanya mas Hans ikutan panik.
“Kalian merasa aneh nggak sih, dari mulai selepas maghrib tadi sampai sekarang ini……? Ada yang aneh kayaknya di desa ini,” jelasku pada mereka dengan pandangan ketakutan.
Sambil saling berpandangan, Dorma dan mas Hans mengangguk bersamaan.
“Iya… bener, Cik. Sejak tadi aku mencium bau Kemenyan terus, sampai - sampai aku merinding. Mana lolongan anjing nggak mau berhenti lagi, lebih mirip lolongan serigala,” sahut mas Hans.
“Terus semakin malam bau Kemenyan itu semakin menyengat. Hidddiiiiiiiiiiiiiihhhh…… takuuuuuuuuuuuuuuuuuuttttttttt…… ” sahut Dorma sambil menggirdikkan tubuhnya pertanda dia juga mersakan hal yang sama.
Suasana hening sejenak. Kami bertiga semakin ketakutan. Bau kemenyan semakin menyengat, diselingi lolongan anjing yang semakin menakutkan. Kami saling berpandangan, dan tanpa dikomando serentak kami menyebut satu nama dengan berbisik.
“Ki Dalang Edi Siswoyo……!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
******************************************************************************
Beberapa hari terakhir ini memang santer terdengar kabar, bahwa Ki Dalang Edi Siswoyo menunjukkan gelagat yang aneh. Hampir tiap malam Jumat, dari rumahnya selalu tercium bau Kemenyan. Juga seringkali terdengar suara-suara aneh dari dalam rumahnya. Dan keesokan harinya, selalu saja ada warga Desa Rangkat yang kesurupan.
Tiba-tiba mas Hans menunjuk kearah rumah Ki Dalang Edi Siswoyo sambil berteriak kencang.
“Hantuuuuuuuuuuuuuuu…………!!”
Aku menoleh mengikuti arah telunjuk mas Hans. Sesosok bayangan putih mendekat kearah kami. Tenggorokanku tercekat, hingga tidak bisa berkata apa-apa. Tanganku berusaha menggapai pundak mas Hans. Tapi ternyata mas Hans sudah lari tunggang langgang sambil menggendong Dorma dibelakangnya. Pentungan mereka terjatuh di tanah. Tinggal aku sendiri yang berdiri mematung dalam ketakutan.
Aku hanya bisa memejamkan mataku dalam kepasrahan. Kucoba mengingat semua doa-doa yang aku hafal. Tapi mungkin karena terlalu ketakutan, doa-doa yang ku lafadzkan terucap tidak beraturan. Aku merasakan bau yang sangat anyir dan amis menusuk hidungku. Bau mayatkah ini?
Aku berusaha berteriak dengan sisa-sisa tenagaku. Tapi susah sekali rasanya mengeluarkan suara dari tenggorokanku. Hingga akhirnya……
“Toloooooooooong…… Jangan ganggu…… akk…… akkuuuuu………,” akhirnya suaraku keluar juga.
Tapi kenapa ada mbak Asih, kakak perempuanku dihadapanku? Disebelahnya juga ada mas Erwin si bocah ingusan, suaminya mbak Asih.
“Acik……, bangun sayang. Kamu mimpi buruk, yah……?” tanya mbak Asih sambil memelukku.
“Makanya jangan kebanyakan nonton film Mak Lampir……” sambung mas Erwin sambil keluar kamarku, meninggalkan kami berdua.
Akupun sadar bahwa aku tadi hanyalah mimpi belaka.
“Tapi tadi mimpinya terasa nyata sekali, mbak. Aku mencium bau amis dan anyir,” kataku pada mbak Asih.
Mbak Asih tersenyum geli sambil menyahut.
“Itu bau amis dan anyir berasal dari bajunya mas Erwin. Kakak iparmu itu dari tadi sibuk memilih-milih Kepiting Soka. Pagi ini Kepitingnya mau dikirim ke kota”.
Kulirik jam dinding dikamarku, pukul satu dini hari.
“Sana ambil wudhu, terus sholat malam biar tidurmu tenang. Mbak mau bikinkan kopi buat Hansip yang jaga,” kata mbak Asih seraya meninggalkanku.
“Iya, mbak. Ntar biar aku aja deh yang nganterin kopi ke pos Hansip,” sahutku seraya ikutan keluar kamar untuk berwudhu dan melaksanakan sholat malam.
Dua teko kuletakkan di atas nampan. Satu teko berisi kopi hitam untuk mas Hans. Dan satu teko lagi berisi cokelat panas untuk Dorma. Tak lupa sepiring martabak telor ku persiapkan. Di pintu depan aku bertemu mas Erwin yang masih sibuk memilih-milih Kepiting Soka.
Jarak rumahku dengan pos Hansip sangatlah dekat. Bahkan saking dekatnya suara Dorma yang mengunyah kuwaci kadang-kadang bisa kedengaran dari kamarku. Di pos Hansip kulihat pasangan Hansip itu sedang asyik main catur. Meskipun cuma berduaan, tapi suaranya sangat berisik.
Tak ada keanehan dan keganjilan. Aku salut pada kedua Hansip yang selalu bergadang ini. Apalagi pada Dorma si Hansip cewek yang pemberani ini. Mereka enjoy dengan tugas pengamanannya. Tak ada raut ketakutan di roman muka mereka, meskipun harus melewatkan malam diluar rumah. Karena memang tak ada yang perlu ditakuti. Apalagi di tengah-tengah desa Rangkat yang tentram ini.
Namun, masih terekam jelas di benakku mimpiku barusan yang seolah - olah nyata. Awalnya aku merasa yakin, kalau memang ada keganjilan di rumah Ki Dalang Edi Siswoyo. Suara - suara lolongan itu masih terngiang jelas di telingaku. Masih dengan penuh penasaran, aku membulatkan tekadku untuk mengendap - endap ke rumah Ki Dalang Edi Siswoyo setelah aku mengantarkan minuman dan makanan untuk Mas Hans dan Dorma. Dengan dibekali sisa - sisa keberanianku, akhirnya sampai juga aku ke rumah Ki Dalang Siswoyo. Aura penuh kemistisan sudah terlihat dari jarak 10 langkah ke rumahnya. Aku merasakan merinding yang teramat sangat begitu kakiku semakin mendekati kediamannya. Bau anyir campur kemenyan semakin lama semakin tajam, ditambah lagi aku melihat ada kepulan asap keluar dari rumah Ki Dalang. Rasa penasaranku semakin menjadi - jadi. Kuberanikan diri mengintip lewat jendela. Apa yang kulihat benar - benar membuat persendianku lemas seketika. Dalam penglihatanku yang Cuma dibantu oleh sinarnya bulan purnama, terlihat Ki Dalang sedang melakukan ritual yang aku sendiri tidak bisa menggambarkannya dengan jelas. Aku hanya bisa melihat asap menari - nari seoalah - olah mengikuti alunan mantra dari Ki Dalang. Terdapat juga sebuah cawan yang berisikan air berwarna agak gelap, aku manafsirkannya seperti darah kental segar. Aneka macam kembang juga melengkapi ritual yang dilakukan Ki Dalang. Sesekali kulihat mulutnya komat - komit sambil meminum air yang ada dalam cawan tersebut, kemudian Ki Dalang menyemburkannya dengan sekuat tenaga. Setiap kali Ki dalang menyembur terhadap sosok yang tidak terlihat di depannya, terdengar suara rintihan yang begitu membuat telingaku berdenging kesakitan. Entah apa yang dilakukan Ki Dalang sebenarnya, aku masih belum bisa mendapatkan jawabannya. Ingin hati menceritakan semua yang barusan aku lihat kepada mas hans dan dorma, tapi aku urungkan niatku seketika itu juga.
Tanpa kusadari dari tadi, ternyata ada bayangan di balik pohon besar yang ada di samping rumah Ki Dalang. Bayangan hitam seperti orang sedang memakai jubah warna hitam, besar dan tinggi. Semakin lama, bayangan itu mendekati memasuki rumah Ki Dalang. Bebarengan dengan itu, sahutan lolongan anjing menambah suasana mistis rumah Ki Dalang Edi Siswoyo.
Kolaborasi Malam Jumat di Pos Ronda
Kolaborasi :
No comments:
Post a Comment