Image : llmii.wordpress.com
“ Banyak orang bilang, Hidup adalah ujian, berani untuk memilih dan mengambil resiko. Memilih untuk bahagia, menderita semua adalah pilihan. Bad or good, who knows. Semuanya adalah Pilihan”.
Cantik, pintar cerdas dan bersahaja. Tidak ada kurang suatu apapun pada dirinya. Orang bilang sempurna. Namun, siapa sangka dalam kesempurnaannya sebagai wanita, ada hal yang begitu membuat dirinya menderita. Hal yang begitu menakutkan dan membuat Risa semakin tenggelam dalam kesedihannya lebih dari dua tahun terakhir ini. Yah.. kurang lebih dua tahun terakhir ini kesibukan Risa semakin padat. Tidak hanya sibuk oleh dunia kerjanya melainkan kesibukan Risa harus hilir mudik ke Rumah Sakit seminggu tiga kali. Hal yang terakhir inilah yang membuat Risa kehilangan semangat hidup. Ibarat tanaman, tumbuh subur namun tak lagi berbunga.
“ Sudahlah, nak. Apa lagi yang kamu cari di sana??? Kami di sini kesepian, kami di sini selalu khawatir dengan keaadaanmu di sana. Kami di sini selalu risau tiap kali tidak ada kabar darimu, walaupun kami yakin kamu baik – baik saja di sana, pulanglah dengan segera, Nak. Uang masih bisa kamu cari di sini, di dekat kami. “ ujar ibu Risa waktu itu.
Masih terngiang jelas ucapan ibu Risa setahun yang lalu, ketika berkali – kali Ibunya meminta untuk pulang kembali ke rumah, untuk menemani hari tua ayah dan Ibu Risa. Harapan orang tua, tentunya menginginkan anak bungsunya tinggal tidak jauh dari rumah, begitupun juga dengan orang tua Risa. Namun, ada hal lain yang membuat Risa selalu menolak untuk pulang ke rumah dua tahun belakangan ini. Ucapan dan tangisan Ibu Risa seolah tidak menggunggah sedikitpun hatinya untuk pulang kembali ke rumah.
“ Bu, bukannya Risa ngga mau pulang ke rumah, nemenin Ibu sama Ayah di kampung, tapi Risa masih ingin ngejar karir Risa. Kalau Risa sukses jadi orang di perantauan, bukankah Ayah sama Ibu juga nantinya bangga sama Risa? Percayalah sama Risa”
Tidak terasa dua tahun telah berlalu semenjak permintaan kedua orang tua Risa untuk pulang kampung lewat telepon. Semenjak hari itu, tidak pernah lagi orangtua Risa mengungkit – ungkit kepulangannya ke kampung.
“Bukannya aku ngga mau pulang ke kampung, bukan. Bukan pula karena alasan karir, aku bertahan di sini, di bumi perantauanku ini. Bukan itu, Bu, alasan utamaku. Aku ngga mau kalian tau kalau sudah lebih dari dua tahun ini tubuhku digerogoti tumor, dan selama itu pula aku intens dengan perawatan. Aku ngga mau ayah dan ibu sedih melihat keadaanku. Anak bungsumu yang dulu cantik, lincah, segar, penuh senyum sekarang sudah layu, Bu. Aku tidak tega Ibu dan Ayah melihat keadaanku sekarang. Maafkan aku, kalau aku membohongi kalian.” Gumam Risa sambil terisak tangis mengingat percakapan dengan orang tuanya dua tahun silam.
Belum selesai Risa bergelut dengan kesedihannya, tiba – tiba Risa mendapatkan kabar dari kampung yang memintanya untuk segera pulang. Ayah risa yang memang dalam beberapa hari terakhir ini kondisi kesehatannya menurun, tiba – tiba kena serangan jantung. Di saat yang sama Risa harus segera menjalani operasi pengangkatan tumor payudara tiga jam setelah mendapat kabar tersebut.
Bagaikan di persimpangan jalan, Risa bergelut dengan gejola hatinya. Menunggu keajaiban dari Tuhan dengan harapan Risa mampu melewati semuanya dengan sempurna???? Hanya Tuhan yang tahu jawabannya.
“Hidup adalah ujian, berani untuk memilih dan mengambil resiko.”
No comments:
Post a Comment