Wednesday, November 13, 2013

Point Akad Nikah

“Arinaaaaaaa….!!!!!!!!! suara cempreng Rika membuyarkan seketika lamunan indahku di siang bolong yang panas.

“ Wooiii cuyyyy, manggilnya ga pake teriak – teriak, ga bisa apa? Dah kayak setan kesurupuan aja kamu neh
manggil orang. Ga tau apa, aku lagi berkhayal indah. Dah hampir aja pangeran impianku ngejemput aku, dalam
khayalanku…. ehhhh, teriakanmu bikin pangeranku berubah jadi setan kesurupan. Kampret, Lo.!!!!!” Dengan nada
kesal campur geram, kuomeli Rika.

“Hehehehehehhe…. sorry sorry deh, mangaapppp, Cuinn.” Balas Rika dengan wajah tak berdosanya.

Tanpa mempersilahkan masuk, Rika sudah nyelonong masuk ke dalam rumah. Rika adalah sahabat karibku.
Suka, duka, dan apapun yang menjadi kegalauannya, selalu muara curhatnya ke aku. Kami memang jarang
bertemu, namun intens komunikasi lewat bbm. Kebetulan Rika main ke tempetku, karena dia sengaja ambil cuti
kerja untuk menghadiri acara akad nikah teman deketnya di kantor. Mau mengejar ponit akad nikah, itu yang jadi
alasan, kenapa dia mau bela – belain datang dari Semarang ke Jogjakarta, hanya untuk menghadiri akad nikah
temannya itu. Alasan yang bisa aku terima dengan nalarku. Tapi itulah salah satu keunikan sahabatku, selalu
percaya pada mitos, yang belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya. Yahh, namanya juga mitos, bisa percaya
bisa juga ngga, tergantung kepercayaan masing – masing.

“Kok sepi, Rin ? Ibumu ke mana? “ tanya Rika setelah sadar kalo rumahku kosong, tidak ada orang. Cuma
tinggal aku saja.

“Ibu ke tempat kakakku yang di Bandung, kangen cucunya katanya. “ Jawabku singkat

“Baca bbmu semalam, kamu mau ngadirin acara akad nikah temen kantormu? Di masjid kampus UGM? Besok?

Aku ga janji bisa nemenin kamu lho, ya. Aku mau manfaatin hari libur buat ngeboo seharian di rumah, mumpung
 Ibuku ga di rumah, hahahahahaha. “ ucapku sebelum Rika mengutarakan maksud dan keinginannya.

“ Ya elah, kamu neh, kamu ga mau apa ngejar point akad nikah yang aku ceritain di bbm semalam? Percaya
ga percaya sih, Cuiinn. Tapi ga ada salahnya kan dicoba. Aku dah ngantongin 5 point neh, hehehehehhe.
Harapanku, tahun ini cuinnt, bisa segera nyusul mereka – mereka yang dah aku datangi akad nikahnya. Dah
bosenn tauuu, kesana ke sini ditanyain mulu, Rika, kapan kawinnnnnn. “ jelas  Rika penuh semangat
Masih dengan topik yang sama, Rika mengulang cerita yang di bbm semalam, tentang keberhasilan temennya
mengantongi point akad nikah.

“Kamu masih ingetkan cerita di bbmku semalam. Temenku tuh seumuran kita ini lah, anak bungsu. Tinggal dia
aja yang belum nikah di keluarganya. You know lah, kalo hidup di kampung tuh, banyak yang nyinyir kalo
seumuran kita tuh belom laku – laku. Nah, temenku tuh dibilangin sama ibunya, suruh sering datang ke acara
akad nikah temen - temennya. Yahh, siapa tau cepet ketularan. Terus, saking semangatnya temenku mau
mengkahiri masa lajangnya, dia turutin apa omongan ibunya itu. Anddd, setelah dia ngantongin 5 point akad
nikah, selang 2 mingguan, mantannya datang terus ngajak merit, cuiiinn. Amazingggg kan???” Terlihat binar
semangat di mata Rika sewaktu menceritakan keberhasilan point akad nikah temennya.

“Ayolah, cuintaku Arin, temenin aku besok yak. Daripada kamu ngebo seharian di rumah, mending ikut aku
besok ke acara akad nikah temenku. Yahhh, kamu ga mesti percaya deh, sama hal-hal  yang gituan. Ehh, siapa
tau lho, besok kamu tiba-tiba ketemu pangeran impian kamu, who knows kan? Hahahahahaha” Goda Rika
sambil nglempar bantal ke arahku.

Bujuk rayu Rika menggoyahkan keinginanku untuk bermalas-malasan di rumah besok. Akhirnya aku
memutuskan untuk menemaninya datang ke acara akad nikah temennya itu. 

***
Acara akad nikah dimulai pukul 08.00 WIB. Kami datang terlambat hampir 1/2 jam. Gara-gara miss lebay bin
miss drama queen si Rika,  rempong ma dandanannya. Tapi untungnya, masih ada beberapa orang yang
datang terlambat setelah kami.

Tanpa sengaja aku menginjak kaki orang di sebelahku sewaktu aku mau duduk. Subhanallah, Allah begitu
sempurna menciptakan kaum adam yang ada di sebelahku. Batinku saat itu ketika melihat cowok yang aku injak
kakinya.

“ Aduuhhh, mas. Maaf ya, ga sengaja nginjak kakinya.” Ucapku

“ Oh, ga apa kok, Mbak.” Jawab cowok itu singkat.

Bahasa tubuhku terlihat jelas, bahwa aku kurang nyaman duduk bersebelahan dengan cowok yang aku injak
tadi. Kurang nyaman, karena aku merasakan ada sesuatu yang entah, aku sendiri tidak bisa mengartikannya.
***

“ Arinnnn!!!!!!!! Selamat ya… busyettt dah. Ga nyangka neh, ternyata kamu duluan yang melepas masa lajang.
Masih seminggu lagi kan, akad nikahnya? Semoga akad nikahmu ini menjadi point akad nikah terakhir ku ya,
hahahahahahahahhaha.” Suara rika terdengar nyaring di telingaku, ketika aku menelpon dia memberitahukan
perihal pernikahanku.

Sepintas aku memandangi undangan pernikahanku, sambil tersenyum sendiri serasa tidak percaya atas
keajaiban dan kekuasaan Tuhan. Antara percaya dan tidak percaya. Seandainya aku tidak ikut menemani Rika
menghadiri acara akad nikah temannya 3 bulan yang lalu, mungkin sekarang aku masih sibuk mencari belahan
jiwaku. Afri namanya. Calon suamiku. Cowok yang tidak sengaja aku injak kakinya di acara akad nikah
temennya Rika. Antara percaya dan tidak percaya dengan mitos point akad nikah. Namun yang aku percaya
adalah bahwa Jodoh itu tidak bisa ditebak, dan datangnya kadang dengan jalan yang tidak kita duga. Masalah
cerita kebenaran point akad nikah temannya Rika, menurut aku adalah hal yang kebetulan saja. Buktinya, aku
baru sekali menghadiri akad nikah, bisa langsung mendapatkan jodoh. Aku pun tersenyum geli, teringat betapa
semangatnya dan tidak patah arang  Rika mengejar pointya  akad nikah, walaupun sampai sekarang dia belum
juga menemukan separuh jiwanya.

Erlina #6

1381842437765562112
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com


“Woiiiii, jelek banget sih mukamu, melongo kayak gitu. Hahahahahha.  Kenapa sih, Non, liatin aku kayak liat hantu aja.” Ucap Wilsa seraya mengusap - usap kepala Erlina.

” Wil, barusan aku liat kamu masuk toilet, Pria. Apa ga salah tuh?” tanya Erlina masih dengan wajah bingungnya.

“Well, look at me, dear? Liat dengan seksama. Apa pendapatmu?” tanya Wilsa sambil berputar di depan Erlina seolah ingin menunjukkan perubahan yang ada pada dirinya.

Berulang kali  Erlina memandang Wilsa, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ada yang beda memang, batin Erlina. Tapi dia sulit untuk menggambarkannya. Hanya terbesit satu kata di benak Erlina. Tampan.  Yahh..Wilsa keliatan  tampan, layaknya pria sungguhan. Tidak tampak sedikitpun kalau Wilsa itu seorang perempuan. Orang lain pasti akan mengira kalau ia adalah seorang pria tulen, tanpa cacat.

“Hemm, sepertinya otakmu agak lemot neh, Er. Okelah, kita cabut dulu aja deh dari sini, ntar aku jelasin pelan - pelan.”

Sepanjang perjalanan naik taksi menuju rumah kontrakan Wilsa, Erlina lebih banyak diam mendengar semua cerita Wilsa. Mulai dari dia terus terang tentang perasaanya ke Erlina, hingga keputusannya untuk operasi kelamin. Erlina tak mampu berucap sepatah katapun. Wilsa pun membiarkan Erlina diam dengan kebisuannya. Membiarkan otaknya mencerna secara perlahan cerita yang disampaikan Wilsa ke Erlina.

“Well, jadi, begitulah Er. Seperti yang pernah aku bilang ke kamu waktu itu, aku terjebak di raga seorang perempuan. Dan itu sangat menyiksaku. Butuh pemikiran lama memang aku memutuskan untuk operasi kelamin. Banyak resiko yang nantinya bakal aku hadapi. Cemooh dan cibiran dari orang salah satunya.  Entah dengan cara apa aku nantinya akan menjelaskan ke keluargaku, tentang keadaanku sekarang. Keluargaku memang sangat demokratis, tapi aku tidak bisa menjamin tentang hal ini. Apakah mereka bisa menerima atau tidak. Dan sekarang, kamu bisa kok mencintai aku selayaknya seorang pria dan wanita. Hahahahahhaha ” jelas Wilsa sambil mencubit pipi Erlina yang duduk di sebelahnya.
Erlina hanya tersenyum kecil, mendengar candaan yang dilontarkan Wilsa.

***
Rumah kontrakan Wilsa terbilang kecil. Apalagi di sana sini terlihat tumpukan buku, terlihat semakin sumpek. Tadinya Erlina berencana menginap di hotel, selama liburan di Jepang, karena takut menganggu Wilsa yang sedang berkutat dengan thesisnya. Namun, serta  merta Wilsa melarang. Wilsa justru merasa senang dengan keberadaan Erlina di rumah kontrakannya.  Penambah semangat. Begitulah alasan Wilsa melarang Erlina menginap di Hotel.

Hari  demi hari dilalui Erlina dengan sangat bahagia,  selama liburanya di Jepang. Ia merasa begitu nyaman berada di samping Wilsa. Tak ada rasa risih sedikitpun seperti yang Ia rasakan sebelumnya.  Pun ketika, tiba - tiba Wilsa mencium bibir Erlina dengan lembut. Tak ada penolakan sedikitpun dari Erlina. Bahkan terlihat Erlina sangat menikmatinya.

“Jangan panggil aku dengan Wilsa. Wilsa adalah masa laluku, masa lalu kita. Willy. Yah, panggil aku dengan sebutan Willy. ” Bisik Wilsa lembut  ke telinga Erlina.
Erlina pun menenggelamkan tubuhnya ke pelukan Willy . Kehangatan yang diberikan Willy membuat Erlina yakin bahwa seseorang yang selama ini ia cari adalah Willy.

***

“Jadi, sudah yakin neh, aku tambatan terakhir hatimu? Aku masih belum mapan lho, Er. Thesis aja belum kelar. Kalau pak Amin kan sudah mapan. Paket hemat lagi. Dapat suami plus anak. Hahahhahaha ” goda Willy seraya menikmati teh hangat di beranda rumahnya. 

Mendengar candaan Willy, Erlina hanya tertawa sambil bergelayut manja di bahu Willy.
Tak ada lagi yang disembunyikan Erlina tentang kehidupan pribadinya . Mulai dari pertemuannya yang tidak sengaja dengan Rido di bandara, sampai pak Amin yang memintanya menjadi istrinya. Semua sudah diceritakan dengan gamblang tanpa kurang sedikitpun. Willy pun menanggapinya dengan bijak. Bahkan Willy masih sempat  menyarankan Erlina untuk bisa mencari pria yang bener - bener normal, tidak seperti dirinya. Namun, cinta sudah membutakan logika Erlina.  Erlina sudah memantapkan hati dan pilihannya ke Willy, apapun konsekuensinya.  Erlina hanya butuh Willy seorang di dekatnya. Saat ini dan untuk selamanya. Sepulang dari liburannya, Erlina akan menceritakan semuanya ke keluarganya sekaligus ke Pak Amin, itu yang ada di benak Erlina.

***
Sore itu begitu syahdu. Hanya keheningan yang tercipta di sela - sela pohon kamboja. Rintik hujan yang turun membuat suasana sore terlihat lebih  sendu dari biasanya, seakan tahu kepedihan hati Willy saat itu.  Hanya tinggal willy sendirian yang masih duduk terpaku menatap hamburan bunga mawar di atas gundukan tanah yang masih basah. Begitu cepat Tuhan merenggut kebahagiaan yang baru ia reguk. Baru setetes embun kebahagiaan yang ia rasakan. Yah… Tuhan sepertinya tidak rela Willy menikmati embun itu selamanya. Tuhan mungkin murka, sampai tega mengambil embun kebahagian darinya untuk selamanya.

“Erlina sayang, maafkan aku. Kalau saja aku tidak memintamu ke Jepang untuk berlibur, mungkin kamu tidak akan secepat ini menghuni rumah masa depanmu. Maafkan aku, sayang.” Gumam Willy penuh penyesalan.  Dipandanginya nisan yang ada di depannya. Seolah tak percaya dengan tulisan yang tertera Erlina Wulandari. Lahir 25 Juli 1982. Meninggal 13 Oktober 2013.
***
Kecelakaan pesawat telah merenggut nyawa Erlina sewaktu penerbangan pulang,  dari Tokyo, Jepang ke Jakarta.  Hasil investigasi, diketahui bahwa kecelakaan pesawat yang membawa Erlina terbang dari Jepang pulang ke Indonesia terjadi karena  adanya  benda asing yang masuk ke baling - baling pesawat atau dikenal dengan istilah koba, yang menyebabakan pesawat mengalami gangguan keseimbangan. Bagai petir menyambar di siang bolong, Willy hampir tak percaya ketika melihat berita di televisi, sampai dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, gundukan tanah basah bertabur bunga dan nisan tertera nama Erlina. Yah, Erlina Wulandari, sahabat karib sekaligus kekasih hatinya.

“Semoga kamu tenang dan nyaman di rumah barumu, sayang. Doaku selalu menyertaimu. ” ucap willy sambil mencium  nisan Erlina.




T.A.M.A.T

Erlina #5


1381842437765562112
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com

Sudah hampir jam 2 malam, mata Erlina masih belum bisa terpejam. Bayangan Wilsa, sahabat karibnya dan pak Amin, bergantian berjalan - jalan tak menentu di benaknya. Entah apa yang dirasakan Erlina saat ini. Yang jelas, hanya Wilsa yang dibutuhkan Erlina saat ini. Dipandanginya layar BB yang ada di tangannya. BBM dari wilsa pun masih tersimpan. Semenjak Wilsa sampai di Tokyo, Jepang, Erlina tidak pernah membalas BBM maupun email dari Wilsa. Butuh waktu yang cukup lama memang untuk membuat Erlina tersadar dan menghadapi kenyataan, bahwa Wilsa punya  disorientasi seksual. Namun, pada akhirnya, seiring berjalannya waktu, Erlina bisa menerima keadaan itu.

Apa kabar, Wil, kamu di sana? Semoga kamu dalam keadaan baik, tak kurang suatu apapun. Maaf, baru sekarang aku kasih kabar balik ke kamu. Aku butuh waktu untuk menerima semuanya, Wil. Kuharap kamu mengerti. Terasa sesak, begitu tahu kamu  nodai persahabatan kita yang tulus ini.namun, apa boleh di kata, kenyataan berkata seperti itu. Aku yang harus bijak menyikapinya. Dan aku sudah bisa menerima apapun keadaanmu. 

Terasa kaku, bbm yang dikirim Erlina ke Wilsa. Tidak seperti biasa ketika dua sahabat itu berbalas - balasan  pesan.
Sepuluh menit, 30 menit,  dan hampir dua jam sampai Erlina tertidur, belum ada balasan juga dari Wilsa.
Ada perasaan sedih, ketika Erlina bangun tidur, melihat layar BBnya tidak ada balasan dari Wilsa. Perasaan khawatir seketika menyeruak di dada Erlina.

“Are you fine, Will out there? Don’t make me worry bout you, Wil” Gumam Erlina pada dirinya sendiri sambil menatap layar BBnya.
***
Pagi itu hari yang tak bersemangat buat Erlina berangkat ke kantor. Terbayang olehnya, pertemuan dengan pak Amin pasti akan terlihat canggung setelah pak Amin mengutarakan maksud hatinya. Erlina pun masih bimbang dan ragu akan perasaannya terhadap bosnya itu. Tak dipungkiri oleh Erlina,ada kenyamanan ketika  berada di dekat pak Amin. Entah kenyamanan seperti apa yang dirasakan Erlina, ia sendiri pun sulit untuk menggambarkannya.

Di ruang kerjanya, Erlina terlihat lesu. Matanya melihat kea rah layar computer, namun pikirannya entah ke mana. Pak Amin pun juga belum kelihatan di ruangannya. Tidak seperti biasanya pak Amin jam 10 belum datang. Tiba - tiba bunyi telpon membuyarkan lamunan Erlina.

“Er, maaf, bapak ga ngasih tau kamu. Bapak juga dadakan ini. Ada masalah sedikit di kantor cabang kita yang ada di Surabaya. Dirut minta bapak untuk mewakilinya hadir, karena beliau juga ada pertemuan dengan investor di Singapura. Bapak minta kamu handle kantor dulu ya, selama bapak di Surabaya. Mudah - mudahan ga sampai 2 hari dah kelar. Oke, Er. Take care di sana ya. Nih, bapak dah mau boarding.” Pak amin mengkahiri percakapan lewat teleponnya.

Kembali berkutat dengan layar computer, Erlina masih belum bisa fokus dengan kerjaannya. Berkali - kali dia melihat BBnya, berharap ada balasan BBM dari Wilsa.

“Tidak seperti biasanya, Wilsa tidak membalas bbmku seperti ini. Apa dia dah ga mau kontak sama aku lagi, karena pesan - pesan dia ga pernah aku balas?” gumam Erlina.
Tidak ada satupun kerjaan Erlina yang beres sampai jam makan siang itu. E rlina benar - benar tidak bisa konsentrasi dengan kerjaannya. Hanya Wilsa yang ada dalam pikirannya saat ini. Kekuatiran yang teramat sangat. Itulah yang dirasakan saat itu oleh Erlina. Ketika hendak beranjak keluar dari ruang kerjanya, tiba - tiba ada bunyi pesan di BBnya.

Hiiii Dear, finally. You have made me worry, dear. Sorry, ya baru bisa bales Er. Aku habis sakit Er. tapi gpp kok. Don’t you worry. I’m oke right now. Apalagi setelah dapat bbm dari kamu, berasa langsung sehat aku. Hahahhahahaha. Well, kamu apa kabar di sana??? Sehat juga kan? Kirain kamu bakalan marah sampai kiamat, pesan - pesanku ga pernah dibalas. Hehehehehe, eh taunya, nona Erlina ngubungi juga. Pasti kangen kan kamu sama aku, hayooo ngakuuu…. Hahahahhha. Eh, thesisku dah hampir selesai. Kamu ke sini gih, main - main. Ambil cuti kek seminggu. Lagi musim  gugur   lho. Bagus banget dah. Kutunggu ya, dear.

Tersenyum penuh arti ketika Erlina baca bbm dari Wilsa. Rasa kuatirnya terkikis sudah. Lega yang dirasa Erlina sekarang, ketika tahu kabar wilsa baik -baik saja. Tawaran liburan Wilsa ke Jepang, membuat Erlina putar balik tidak  jadi keluar untuk makan siang. Tanpa pikir panjang, Erlina langsung mencari penerbangan ke Jepang untuk hari minggu. Cuti. Menenangkan pikiran sejenak, dan melepas kangen dengan sahabatnya, itulah yang saat ini ia butuhkan. Batin Erlina penuh semangat. Erlina akan memberitahukan rencana cutinya itu ke pak Amin, segera setelah pak Amin kembali dari Surabaya. Erlina tersenyum riang, begitu melihat hasil print out booking penerbangannya ke Jepang sudah ada dalam genggamannya.

Menunggu hari Minggu tiba, hal yang paling membuat Erlina tak sabar. Waktu berputar terasa lama bagi Erlina. Padahal hari Minggu tinggal dua hari, namun bagi Erlina serasa dua minggu.
***
Pengajuan cuti dan lain - lainnya sudah dipersiapkan dengan baik. Ijin cuti secara lisan sudah diutarakan Erlina ke pak Amin lewat telfon.   Ingin menenangkan diri. Itulah alasan Erlina ke pak Amin. Dan pak amin pun, amat sangat mengerti dengan alasan yang disampaikan Erlina. Tanpa banyak komentar, pak Amin menyetujui cuti yang diajukan Erlina.
Sehari sebelum cuti, Erlina pulang larut malam. Hal ini karena, selain harus menyelesaikan beberapa  pekerjaan sebelum kebernagkatannya, juga menghandle sedikit kerjaan Pak amin. Kepulangan Pak amin molor 3 hari dari jadwal sebelumnya. Hal ini berarti Erlina tidak bisa berpamitan langsung dengan bosnya itu. Untung, Cuti Erlina di acc walaupun lewat telfon.

Aku jadi ambil cuti, Wil. Besok aku berangkat ke Jepang. Pesawatku jam 21.55  WIB dari Jakarta. Naik Japan Air Lines JL726. 

Pesan singkat lewat bbm Erlina  kirim  ke Wilsa. Sengaja mendadak Erlina kasih kabar ke Wilsa. Surprise. Hal itu yang ingin Erlina berikan ke Wilsa. Sebuah kejutan hangat dengan kedatangganya ke Jepang.

Pesawat landing dengan sempurna. Tepat jam 07.25  waktu Jepang Erlina tiba di bandara Narita Tokyo, Jepang. Penerbangan yang sangat melelahkan. Hampir tujuh jam Erlina berada di pesawat.  Selesai mengambil bagasi, Erlina langsung meluncur ke luar bandara. Tak sabar ingin segera bertemu dengan Wilsa. Mata Erlina menjelajah diantara lautan manusia  di bandara itu  mencari sesosok Wilsa. Bbm wilsa terkahir sebelum Erlina berangkat,cuma memberitahukan kalau Erlina akan sedikit pangling dengan penampilannya sekarang.

“Nihon e yokoso honey (Selamat datang di Jepang, sayang) ” Suara yang tak asing lagi  terdengar di telinga Erlina. Seketika itu, Erlina membalikkan badannya dan langsung memeluk Wilsa.

“Wilsaaaaaa!!!!! Aku kangen banget sama kamuuuuuu!!!!!

“Iya iya, aku tahu kok, kalo kamu kangen sama aku, buktinya, kamu bela - belain datang ke sini kan, hahahahahhaha” candaan Wilsa tidak pernah berubah tiap kali menggoda Erlina.

Saking senangnya, Erlina tidak sempat memperhatikan perubahan yang ada di Wilsa, sampai Erlina sadar ketika Wilsa pamit ke toilet, bukannya masuk ke toilet perempuan, melainkan masuk ke toilet pria.



Bersambung......

Erlina #4


1381842437765562112
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com

Pagi itu, Erlina mengawali harinya sedikit penuh semangat. Beban di pundaknya sedikit hilang, Terlihat sunggingan senyum penuh keoptimisan, ketika Erlina melangkahkan kaki keluar rumah.
Sesuai  kesepakatan semalam, pak Amin menjemput Erlina untuk langsung meluncur ke hotel aston. Meeting dengan direksi.  Tidak banyak hal yang dibicarakan selama perjalanan menuju aston. Hanya hal - hal yang terkait dengan pekerjaan saja yang dibicarakan.
Rapat berlangsung lancar. Pak amin dan Erlina pun langsung meluncur kembali ke kantor. Mereka memutuskan untuk makan siang di kantin saja. Di tengah perjalanan, Erlina minta tolong pak Amin untuk berhenti di toko bunga. Ia ingin membeli seikat bunga mawar yang  akan ditaruh di meja kerjanya.

“Tumben beli bunga Er. Lagi kasmaran atau lagi apa neh? hahahahaha” goda pak Amin begitu Erlina masuk ke dalam mobil lagi.

“Ah, pak Amin, bisa aja. Ga kok, pak. Cuma pengen ganti suasana aja. Biar terlihat agak seger aja ruang kerja saya.” jawab Erlina dengan sunggingan senyum yang menawan.

***

Semenjak malam itu, malam ketika Erlina berbagi bebannya ke pak Amin, berangsur - angsur Erlina menemukan kembali semangat hidupnya. Penuh enerjik di setiap kegiatan yang ia lakukan. Setiap tugas yang dititahkan ke dirinya, berhasil dikerjakan dengan sempurna. Bapak dua orang anak itu pun terlihat puas dengan hasil kerja sekretarisnya, Erlina.

“Er, bapak minta tolong ntar sehabis pulang kantor, temenin bapak sama anak - anak bapak ke mall ya? Si sulung mau cari buku buat ujiannya seminggu lagi di gramedia. Sehabis pulang sekolah si sulung sama adiknya langsung pergi ke sana. Jadi, kita ntar langsung ketemuan di sana saja sama mereka. Kita pulang agak awal aja, Er. Jam 3 sore, kita langsung meluncur ke sana. Kasian, ntar mereka nunggu kelamaan di sana kalo kelamaan. Oke!!!!” Pinta Pak Amin, lewat telpon paralel dari ruangannya.

***
Pak Amin adalah sosok ayah yang baik bagi kedua buah hatinya. Istrinya memang jarang sekali menemani kedua anaknya jalan - jalan. Kesibukan istrinya melebihi kesibukan pak Amin sendiri. Bahkan, kabar terakhir, istrinya akan mengambil gelar s3nya,  doktor di luar negeri.
Tidak ingin anak - anaknya menunggu terlalu lama di mall, pak Amin memutuskan untuk berangkat setengah jam lebih awal dari kesepakatan sebelumnya.
Sesampainya di mall, pak Amin dan Erlina langsung menuju ke gramedia. Terlihat si sulung sedang memeilih - milih buku diktat sesuai keperluannya, sedangkan adiknya, terlihat asyik melihat - lihat buku komik Naruto kesukaannya.

“Sudah selesai, Nak cari bukunya?” Tanya pak amin mengejutkan Dika anak sulungnya yang sedang membaca salah satu buku yang dipilihnya.

“Eh, Papa. Bikin kaget Dika aja. Sama siapa, Pa?” Tanya dika sambil melirik ke arah Erlina.

“Sama tante Erlina, sekretaris Papa di kantor. Salim dulu ke tante Erlina.”
Penuh kecanggungan, Erlina bersalaman dengan Dika.

“Dik, panggil adikmu, terus kita makan. Biar sampai rumah ga kemalaman.” Pinta  pak Amin ke anak sulungnya.
Mereka berempat pun keluar dari gramedia dan menuju food court yang ada di dekat gramedia. Terlihat begitu ramai pengunjung sore itu.  Beruntung mereka mendapatkan meja, yang baru saja ditinggalkan oleh pengunjungnya.

“Pa, kok Adit ga dikenalin sama teman Papa?” Tanya adit anak bungsu pak Amin tiba-tiba sambil mencuri pandang ke arah Erlina.

“Hahahahaha. Papa mpe lupa. Eiya, ini tante Erlina, sekretaris Papa di kantor.” Ucap pak Amin memperkanalkan Erlina ke Adit.

Tanpa disuruh, Adit langsung mengulurkan tangan ke arah Erlina, dan dengan khas gaya anak umur 5 tahun memperkenalkan  diri.

“Kenalkan, tante Erlina. saya Adit. Anak dari bapak Amin Shiddiq. Umur 5 tahun, dan sudah pandai membaca, menulis dan berhitung. ” ucapan Adit membuat kami bertiga tertawa terbahak - bahak.

Tidak berapa lama, setelah perkenalan Adit ke Erlina, makanan yang telah mereka pesan akhirnya datang. Terlihat seperti keluarga yang bahagia.  Walaupun Erlina bukan bagian dari keluraga Pak Amin.

“Pa, adit mau ke time zone sebentar ya. Adit biar ditemani sama bang Dika. ” pinta adit setelah selesai menghabiskan suapan terakhirnya.

“Iya, tapi jangan lama - lama ya. Papa sama tante Erlina nunggu kalian di Starbucks , ya?”
Pak Amin dan Erlina segera beranjak dari tempat duduk mereka setelah kedua anak Pak amin berlalu meninggalkan mereka.

Karena sudah kenyang saat makan di food court tadi, mereka hanya memesan dua cangkir coklat panas, tanpa ada makanan ringan.

“Feel better than before kan Er? Bapak lihat kamu sudah lebih riang akhir - akhir ini. Produktivitas kerjamu juga mengalami peningkatan. Ehhmm, bisa - bisa karyawan teladan jatuh ke tanganmu, Er. ” Ucap Pak Amin sedikit menggoda Erlina.

Erlina hanya tersipu dan tertawa pelan, mendengar ucapan Pak Amin.
Alunan music jazz, membuat mereka ke lamunan masing-masing. Baik pak Amin ataupun Erlina, hanya menikmati minuman mereka, tanpa berkata sedikitpun. Sampai pertanyaan pak Amin hampir membuat Erlina tersedak.

“Erlina…mau ga kamu, kalau bapak minta jadi penggantinya mamanya anak - anak. Bapak ingin, kamu yang jadi mamanya anak - anak  bapak. “

“Lho, Istri Bapak kan ma…sihhh?” Tanya balik Erlina ke pak Amin dengan terbata-bata.

“Proses cerai kami tinggal selangkah lagi, Er. Hak asuh anak - anak jatuh ke Bapak. Bapak dan istri Bapak sebenarnya sudah ga tinggal serumah lagi sejak setahun yang lalu. Kadang kala memang kami terlihat bersama, namun hal itu tidak lepas hanya karena permintaan anak - anak. Tidak lebih. Istri Bapak selingkuh dengan teman kuliahnya sewaktu dia melanjutkan S2 nya di Netherland. Bapak memang rapi menyimpan hal ini, Er. Karena Bapak  tidak mau permasalahan keluarga bapak, jadi konsumsi orang di kantor. Dan, sudah sejak  lama sebenarnya, Bapak menaruh hati padamu. Tepatnya enam bulan terakhir ini.” Terdiam sejenak pak Amin sambl menyerupu coklat panasnya.

“Pertimbangkan dulu matang - matang permintaan Bapak. Bapak tidak ingin kamu terburu - buru menjawab permintaan Bapak ini. ” Penjelasan Pak Amin, sungguh membuat Erlina tidak percaya. Keharmonisan yang terlihat selama ini, ternyata hanyalah semu belaka.

Sejenak kekakuan terjadi beberapa saat  di antara mereka, sampai kedua anak pak Amin datang dan langsung mengajak pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan pulang dari Mall, Erlina lebih banyak diam dan melamun. Pak Amin pun juga tidak banyak bicara. Hanya sesekali menimpali anak - anaknya berceloteh. Memikirkan permintaan pak Amin untuk menjadi istrinya. Sejenak ada perasaan senang di hati Erlina, karena tanpa sadar telah tumbuh benih - benih cinta di hati Erlina.  Namun, ia pun tidak sepenuhnya yakin dengan perasaanya itu. Cinta, apa hanya sebatas kekaguman semata.
Ketika erlina  memejamkan mata, tiba - tiba bayangan wajah Wilsa melintas di pelupuk matanya. Wilsa. Dan seketika itu juga, tiba - tiba Erlina merasakan rindu yang teramat sangat dengan sahabat karibnya itu.


“Aku butuh kamu saat ini, Wil. Lebih dari sebelumnya.” Batin Erlina saat itu.


 Bersambung

Erlina #3



1381842437765562112


Masih tak percaya dengan apa yang diungkapkan Wilsa lewat bbm beberapa hari lalu, berharap bahwa Erlina ada kesalahan baca, namun, kalimat yang terangkai masih tetap memberikan pesan singkat bahwa Wilsa, sahabat karibnya, menaruh hati padanya, layaknya seorang pria jatuh cinta kepada seorang perempuan. Bingung. Itulah yang dirasakan Erlina beberapa hari terakhir ini. Bbm dari Wilsa pun yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai di Tokyo pun tidak dipedulikannya.

“Kenapa kamu nodai persahabatan kita dengan perasaanmu itu, Wil? Gumam Erlina pada dirinya sendiri di ruang kerjanya.

Semenjak kejadian di bandara beberapa hari yang lalu, Erlina sengaja menenggelamkan diri di kantor. Serpihan – serpihan semangat hidup yang tadinya sudah dia pungut dan terikat kuat kembali koyak dan tercerai berai. Walaupun tidak separah sewaktu kegagalan pernikahannya dengan Rido, namun pengakuan Wilsa sempat membuat Erlina shock beberapa hari ini, hingga membuat senyum yang selalu mengembang di bibir manisnya, pudar, hilang entah ke mana.

Adalah pak Amin, begitu beliau sering dipanggil di kantor Erlina, atasannya di kantor, yang akhir – akhir ini memperhatikan Erlina dengan segala perubahannya.

“ Belum pulang, Er? Sudah hampir jam 9 lho. Betah banget kamu di kantor. Bapak lihat, akhir – akhir ini kamu pulang malam terus? “ suara pak Amin membuyarkan lamunan Erlina seketika.

“Ehh.. pak Amin. Kok, saya ga kedengeran pak Amin masuk ? Jawab Erlina sambil membenarkan posisi duduknya.

“Lha gimana mau kedengeran, orang kamunya asyik nglamun gitu kok. Beresin sana meja kerjamu, bapak antar kamu pulang. Malam – malam gini, gadis pulang sendirian bahaya. Sekalian temenin bapak makan malam. Kamu pastinya belum makan malam juga kan? Mobilmu biar di sini aja, besok pas berangkat kerja, biar bapak samperin kamu. Sekalian langsung kita meeting dengan direksi di hotel Aston. Jadi, ga perlu mampir ke kantor dulu. “

Tanpa banyak komentar, Erlina menuruti perintah bosnya itu. Pak Amin adalah sosok pimpinan yang baik dan bersahaja kepada seluruh karyawan di kantor. Bisa memposisikan diri, kapan beliau berlaku sebagai pimpinan, atau sebagai rekan kerja dan juga sebagai teman. Erlina pun tidak merasa canggung dengan bosnya itu. Sudah hampir 5 tahun Erlina jadi sekretaris pak Amin. Faktor inilah yang membuat Erlina merasa nyaman dengan pak Amin. Di luar urusan kantor pun Erlina tidak canggung ketika pak Amin meminta Erlina untuk menemaninya. Walaupun hanya sekedar makan siang, ataupun menemaninya belanja dengan anak – anaknya. Erlina sudah menganggap pak amin seperti omnya sendiri. Usia yang terpaut lumyan jauh, membuat Erlina merasa nyaman bercerita tentang hal pribadipun kepada pak Amin. Sosok yang ngayomi, itulah yang ada di benak Erlina, ketika Erlina mengenal untuk pertama kalinya.

***
Jalanan Jakarta masih terlihat padat, walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat. Jakarta memang kota yang tidak pernah tidur, begitu kata kebanyakan orang.

“Kita makan sate ayamnya pak Ateng aja ya, Er. Warung tenda yang deket kantor pajak itu. Mudah – mudahan jam segini masih belum tutup.” Ucap pak Amin membuka pembicaraan di mobil.

Erlina hanya mengangguk saja, tanda setuju. Sebenarnya Erlina sudah berniat untuk berbagi cerita dengan pak Amin tentang Wilsa. Namun, Erlina masih bingung harus memulainya dari mana, dan lagi beberapa hari terakhir ini, sering ada meeting persiapan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Erlina tidak ingin menambah beban bosnya dengan permasalahan pribadinya, walaupun pada dasarnya, pak Amin selalu welcome apapun permasalahan yang dihadapi Erlina.
 
“Wuahhh, pak ateng, sudah hampir tutup ya? Masih ada kan pak, sate untuk saya?” Tanya pak Amin begitu turun dari mobil.

“Alhamdulillah, masih ada pak. Sebenarnya belum mau tutup, pak. Tapi tadi, orang rumah telpon, suruh cepat pulang, soalnya ada suadara dari kampung datang.” Jawab pak Ateng

“Ooohhh.. .. eiya pak, pesen satu porsi seperti biasa, sama satu porsi lagi untuk Erlina. Sama teh angetnya dua. “ pesan pak Amin untuk dirinya sendiri dan Erlina.
Tidak banyak obrolan diantara mereka berdua selama makan malam itu.

“Kami pulang ya pak Ateng. Salam buat kelurganya yang baru datang dari kampung. “ ucap pak Amin selesai menyelesaikan makan malamnya.
Perjalanan ke rumah Erlina memakan waktu paling lama 30 menit dari warung pak Ateng. Hanya terdengar alunan lagu sepanjang perjalanan menuju rumah Erlina, sampai pak Amin tiba – tiba menanyakan tentang Wilsa.

“Wilsa apa kabar, Er? Sudah balik ke jepang ya?”

“Iya, pak. Saya mau ijin langsung waktu itu, bapak masih ada agenda rapat dengan direksi, makanya saya ijinke HRD. Wilsa baik pak. “

“Kenapa Er? Bapak liat akhir – akhir ini, kamu ga seperti biasanya Ga usah sungkan. Cerita aja kalau itu bisa buat kamu sedikit enakan. “

Waktu yang ditunggu – tunggu oleh Erlina. Sudah lama sebenarnya Erlina ingin berbagi cerita dengan pak Amin. Dan pucuk dicinta ulam pun tiba. Pak amin seolah tahu kegundahan yang dialami Erlina.

“Wilsa menaruh hati sama saya pak.” Perkataan Erlina sontak membuat pak Amin terkejut dan hampir saja mobilnya menabrak orang yang sedang melintas.

“Wilsa??? Apa dia….????”sebelum pak amin melanjutkan perkataannya, Erlina sudah mengangguk, mengisyaratkan bahwa apa yang ada di pikiran pak Amin adalah benar.

Panjang lebar Erlina menceritakan kebersamaannya dengan wilsa,pertemuan dengan Rido dan alasan Rido membatalkan rencana pernikahannya.

Sempat hening beberapa saat, setelah Erlina mengkahiri ceritanya. Pak amin pun tidak sanggup berkata – kata mendengar keseluruhan cerita Erlina. Keduanya diam membisu sampai tiba di rumah Erlina.

“Bapak ikut turun mengantarmu masuk ke dalam rumah. Ga enak sama orang tuamu, pulang selarut ini dari kantor.”

Sepulang mengantar Erlina, Pak Amin merasakan ada getaran aneh yang tiba – tiba menelusup di relung hatinya. Entah perasaan seperti apa. Bayangan wajah Erlina selalu menghiasi pelupuk mata pak Amin semenjak malam itu. 



Bersambung

 

Erlina #2

1381649869994538306
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com


Dua bulan telah berlalu semenjak pembatalan rencana pernikahan Erlina dengan Rido. Walaupun masih tersisa keping - keping kekecewaan, namun Erlina tidak mau larut dalam keterpurukan. Ia meyakinkan ke dirinya sendiri, bahwa dia adalah perempuan yang tegar. Setegar pohon kelapa yang menjulang tinggi, walaupun diterpa angin kencang, namun masih tetap kokoh berdiri. Ketegaran erlina menghadapi permasalahannya tidak lepas dari support teman - teman dan keluarganya. Apalagi sahabat karibnya. Wilsa. Wilsalah yang selalu menjadi tumpuan kesedihan, kemarahan, dan kegalauan Erlina. Pribadi yang sangat menyenangkan. Teman karib Erlina semasa kuliah dulu. Sempat terputus komunikasi, karena Wilsa melanjutkan studinya ke luar negeri. Kepulangannya ke Indonesia kali ini, selain ingin menghadiri acara pernikahan Erlina, juga untuk mengambil bahan thesisnya. Namun, hal yang tak disangka - sangka, ternyata rencana pernikahan Erlina cuma sebatas rencana.

“Er, aku tahu, ga mudah memang apa yang telah kamu alami. Tapi, yakinlah. Semua pasti ada hikmahnya. Semua memang butuh proses. Tapi proses itu juga mesti berujung pada hasil. Intinya, kamu harus cepet bangkit dari keterpurukannmu. Sibukkan dirimu dengan hal - hal yang positif. Sibukkan kamu dengan setumpuk kerjaan kamu di kantor, atau mungkin sibukkan dirimu dengan hobimu. Seinget aku waktu jaman kuliah, kamu suka dengan kegiatan - kegiatan sosial.”  Ucap wilsa berusaha bijak menyadarkan erlina sewaktu makan siang.

“I’m fine kok, Wil. I’m Oke. Kamu bisa lihat dong, aku masih bisa tersenyum kan? Sudahlah, jangan terlalu mengkhawatirkan aku. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu kok, bagaimana caranya aku harus move on.” Jawab Erlina berusaha tegar.

“Halloowwww, I’m your best friend. And, I know you so well, dear. Ga usah pura - pura kamu sok tegar di hadapan aku. Kamu bisa ngebohongi orang - orang di luar sana, bahkan keluargamu. But not me, dear.” Perkataan  wilsa barusan membuat Erlina tertunduk, dan tanpa sadar, menetes air mata Erlina.

“Wallaahh, kok malah crying bombay gitu kamu. Udah ah, kita jalan aja deh, biar kamu ga jadi melow gini. Dasar cengeng lu, Er. Hahahahahhahaha” Sengaja wilsa dengan ejekan itu, biar erlina tersenyum.
***
Hampir sepanjang hari selama sebulan ini, Erlina menghabiskan waktu bersama Wilsa. Selesai pulang kerja, Erlina menemani Wilsa mengerjakan thesisnya. Weekend pun mereka selalu habiskan bersama. Saat ini hanya Wilsa tempat yang nyaman untuk Erlina bersandar melepaskan segala kesedihannya. Move on bagi erlina adalah hal yang tidak mudah dilakukan, namun dengan adanya Wilsa, paling tidak, Erlina bisa menjalani proses itu lebih cepat.

“Kamu ga pengen buka hati kamu untuk pria lain, Er? Sudah hampir 6 bulan lho, aku lihat kamu menutup diri dengan pria lain. Come on, dear. Waktu berputar, sayang. Aku liat banyak juga yang berusaha mencuri hatimu. ” Tanya Wilsa tiba - tiba.

“Malas, ah. Seandainya aja di antara pria yang mendekatiku itu, ada sosok pria kayak kamu, Wil. Hahahahahhahaha. Kamu operasi kelamin gih, terus kita kawin, hahahahhahahaha.” Jawab Erlina dengan candaan.

“Sialan kamu, Er. “

“Eiya, Er. Dua hari lagi aku mesti balik ke Jepang. Bahan - bahan untuk thesisku kayaknya sudah cukup. Sisanya tinggal aku cari di sana. Aku sudah pesen tiket. Pesawatku dari Jakarta jam 09.45 WIB. Mudah - mudahan pas aku balik lagi ke sini, aku sudah kelar studiku. “

” Yaelahh, Wil. Ga bisa kah kamu tunda balikmu ke sana? Aku masih butuh kamu di sini. ” pinta Erlina manja sambil bergelayut di lengan Wilsa.

“Ga bisa. Dan aku yakin, kondisimu sekarang better than before. Kamu bisa, Er. ” jawab Wilsa meyakinkan Erlina.
Hari keberangkatan wilsa kembali ke negeri matahari terbit itu sudah tiba. Erlina sengaja ijin dari kantornya untuk mengantarkan sahabatnya ke bandara.

“Baik - baik ya, dear. Jangan banyak nglamun terus, ntar kemasukan setan, baru nyahok kamu. ” ledek wilsa di depan pintu masuk bandara. Erlina, hanya tersenyum kecut, dengar ejekan dari wilsa.

“Aku check in dulu ya. Jangan sungkan, ngubungi aku kalau kamu butuh tempat untuk sharing. Biaya konsultasi gratissss, hahahahahha”

“Hahahahahaha, dasar. Oke deh. Take care ya. Kasih kabar kalo dah sampe Tokyo. “

Erlina menunggu wilsa sampai  Wilsa tidak terlihat punggungnya di antara penumpang - penumpang lain. Belum lama Erlina beranjak dari tempat dia berdiri, tanpa sengaja matanya tertuju ke arah taxi yang baru saja menurunkan penumpang. Dan betapa terkejutnya ia, ketika tahu penumpang yang turun dari taxi tersebut adalah RiDo. Calon mantan suaminya. Lebih terkejut lagi, ketika Erlina melihat, rido tidak keluar sendirian, melainkan dengan seseorang. Sangat mesra. Terlihat dari cara orang itu bergelayut di lengan Rido. Serasa tak percaya apa yang dia lihat, dan tidak ingin berburuk sangka, Erlina menghampiri Rido.

“Haiii, Rido. Long time no see ya. Apa kabarnya? Sapa erlina sambil melirik seseorang yang ada di sebelah Rido.

Antara kaget bercampur kikuk, Rido membalas sapaan Erlina, dan buru - buru melepas tangan orang yang bersama Rido.

“Ehh, oohh baik, Er. Kok ada di sini?” tanya rido

“Oh, aku nganterin Wilsa. Kenal kan sama Wilsa? Sahabat karibku pas jaman aku kuliah. Hari ini dia balik ke Jepang. Ooiiyyaa, kamu sendiri, mau ke mana?” masih dengan tatapan penasaran ke arah seseorang yang ada di sebelah Rido.

” Aku mau ke Singapura, ada urusan kerjaan. Ooiyyaa, sampai aku lupa ngenalin temenku. Kenalin. Ini temanku. Ketemu pas waktu di Singapura dulu. Namanya Andi. ” Tanpa canggung seperti di awal, rido memperkenalkan Andi. Andi pun dengan sikap agak  lemah gemulai mengulurkan tangan ke arah Erlina.
‘Andi.” Jawab andi singkat sambil melingkarkan kembali tanggannya ke pinggang Rido. Rido pun hanya tersenyum canggung di hadapan Erlina.

“Er, mungkin sekarang kamu paham, kenapa dulu aku membatalkan rencana pernikahan kita dan kenapa aku diusir dari keluargaku. Andi adalah jawaban atas semua itu. Aku berharap kamu bisa mengerti. ” jelas Rido tanpa panjang lebar.

Mendengar penjelasan Rido Erlina bak disambar petir di siang bolong. Entah perasaan apa yang sedang berkecamuk di dadanya. Sampai - sampai Erlina tidak sadar kalau Rido dan Andi, pasangannya sudah meninggalkannya masuk ke Bandara.
Belum sampai rasa terkejutnya Erlina selesai. Bbm dari wilsa lebih membuat erlina hampir jatuh pingsan.

Dear, maaf sebelumnya, kalau aku tdak berani berucap langsung padamu. Sudah lama aku mau mengutarakan kepadamu. Sudah semenjak waktu jaman kuliah dulu, namun aku tak punya cukup keberanian untuk itu. Aku sayang kamu, Erlina. Sayangku bukan bukanlah sayang sesama sahabat, tapi lebih ke sayang antara seorang pria ke perempuan. Namun, kondisiku tidak memngkinkan untuk itu, karena jiwaku terjebak dalam raga seorang perempuan. Itu yang membatasi aku untuk berterus terang kepadamu. Namun, aku tidak sanggup menyimpan rasa ini terus, tanpa kamu tahu. Kalaupun ada rasa jijik terhadapku setelah pengakuanku, aku bisa terima, dan itu adalah hakmu. Paling tidak. Aku merasa lega, aku bisa mengungkapkan isi hatiku. Maaf ya Er, atas pengakuanku ini. Semoga apa yang barusan aku sampikan ini, tidak akan merubah persahabatan kita. Aku tidak berharap lebih darimu untuk membalas rasa sayangku. Kamu tidak membenciku saja, aku sudah cukup bersyukur.


Sempat tidak percaya dengan apa yang dibaca Erlina. Bbm dari wilsa. Sahabat karibnya. Ternyata selama ini memendam persaan sayang, lebih dari seorang sahabat.



 Bersambung

Erlina #1

1381649869994538306
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com


Sakit itu begitu membekas di hati Erlina. Bagaimana tidak, harapan dan impian sudah ia gantungkan setinggi langit kepada pria pujaan hatinya, Rido. Segala persiapan pun telah matang. Undangan pernikahan pun juga sudah beredar. Fitting baju pengantin pun juga hampir selesai. Semua persiapan sudah sempurna. Wajah Erlina pun terlihat sumngringah beberapa hari menjelang pesta pernikahannya dengan Rido. Hari - hari indah akan dilewati bersama Rido, Pria pujaan hatinya batinnya saat itu. Rido adalah pelabuhan terakhir Erlina, setelah sempat mengalami jatuh bangun dalam menjaliin hubungan dengan beberapa pria. Ridolah yang sanggup membuat Erlina bangkit dari keterpurukan cinta. Performa Rido memang sempurna. Bukan tipikal orang yang mempunyai wajah tampan, namun, Rido tergolong pria kharismatik dan menarik. Hal itu yang membuat Erlina menambatkan hati dan menggantungkan segala harapan masa depan bersama Rido.  Namun, suratan takdir berkata lain. Tuhan pun tidak bersambut dengan rajutan tali kasih asmara antara Erlina dengan Rido. Tepat sehari sebelum acara akad nikah digelar, tanpa alasan yang jelas, Rido membatalkan semuanya. Yahh, Rido membatalkan rencana pernikahan mereka. Malam sebelum akad nikah digelar, Rido datang ke rumah Erlina, mengutarakan maksud pembataan pernikahan  tersebut.  Alasan yang disampaikannya pun tidak masuk akal. Belum siap dengan segala resiko yang terjadi apabila nanti sudah berumah tangga. Alasan yang menurut Erlina sangat dibuat - buat. Perasaan marah, geram, sakit, sedih campur aduk di hati Erlina.  Keluarga Erlina pun tidak terima dengan pembatalan secara sepihak dari Rido. Harga diri mereka serasa diinjak - injak oleh ulah Rido. Sempat hampir terjadi pertengkaran hebat antara Rido dan Papa Erlina.  Untungnya, hal itu bisa diredam, dan tidak sampai terjadi adu fisik antara Rido dengan papa Erlina. Setelah suasana ketegangan cukup mereda, Rido minta izin papa Erlina untuk bisa berbicara empat mata dengan Erlina.

“Maafkan aku, Er. Alasanku mungkin tidak masuk akal. Tapi memang begitulah adanya. Berat memang aku membatalkan rencana pernikahan kita, tapi aku harus melakukannya. Aku tidak bisa. Aku tidak ingin menyakiti hatimu, kelak. Suatu saat kamu pasti akan mengerti. ” jelas Rido tanpa mampu menatap Erlina. Perasaan bersalah terlihat jelas di raut muka Rido.

Erlina adalah perempuan yang tegar, sepahit apapun masalah yang merundung dalam kehidupannya, ia tidak pernah terlihat rapuh di hadapan orang - orang. Pun, ketika ia menghadapi kegagalan pernikahannya dengan Rido. Penuh ketenangan Erlina menghadapi Rido saat itu. Tidak banyak kata yang terucap oleh Erlina ketika Rido memberikan penjelasan.

“Terus terang, aku butuh penjelasan dari yang sekedar kamu utarakan tadi sama keluargaku, Mas. Maafmu mungkin tidak cukup untuk harga diri keluargaku yang sudah kamu injak - injak. Harusnya besok, kita sudah duduk di pelaminan mas, tapi kamu menghancurkan semuanya dengan alasan bodohmu itu.!!!!”  Suara Erlina mulai meninggi menahan emosi yang sedari tadi dia pendam.

“Tapi, ya sudahlah. Aku juga tidak bisa memaksakan kehendakku. Tapi, aku yakin, bukan alasan itu sebenarnya yang membuatmu membatalkan rencana pernikahan kita. Beberapa minggu menjelang pernikahan kita, aku merasakan ada hal yang aneh dalam dirimu, Mas. Tapi entah, aku pun tidak bisa mengartikannya. ” ucap Erlina penuh selidik menatap tajam ke arah Rido.

“Sekali lagi aku minta maaf, Er. Suatu saat kamu pasti mengerti alasanku. Saat ini aku belum bisa bercerita banyak kepadamu. Aku harap kamu bisa mengerti akan hal ini. Ada hal yang perlu kamu tahu. Aku sudah dicoret dari daftar keluargaku, Er. Itulah kenapa aku datang hanya seorang diri, tanpa didampingi keluargaku. Sama halnya dengan kelurgamu, keluargaku juga tidak bisa menerima keputusan mendadak yang aku ambil. Papa sama Mamaku sudah tidak mau lagi menganggap aku anak. Aku sudah diusir dari rumah tiga hari lalu, Er. ” penjelasan Rido barusan membuat Erlina kaget, dan sedikit merasa iba. Namun, hal itu tidak dengan mudah menghilangkan sakit hati  Erlina.  Erlina butuh waktu untuk memulihkan kestabilan emosinya.

“Aku masih sayang padamu, Er. Terserah, kamu mengartikan apa ucapan aku barusan. Yang jelas, rasa sayang itu masih aku simpan rapi dalam hatiku. Suatu saat nanti, entah kapan, kamu akan tahu dan mengerti kenapa aku membatalkan rencana pernikahan kita. ” Ucap Rido, sebelum pamit dan beranjak pergi dari rumah Erlina.
Tidak bergeming sedikitpun Erlina dengan ucapan terakhir Rido. Erlina hanya menatap nanar kearah Rido, dan membiarakannya pergi tanpa sepatah kata pun.

“Sikapmu terlihat aneh beberapa minggu terakhir ini, Mas. Semenjak kepulanganmu dari Singapura, kamu terlihat beda. Bukan seperti Rido yang aku kenal sebelumnya.” Gumam Erlina kepada dirinya sendiri, sepeninggal Rido dari rumahnya.



Bersambung 

Tuesday, November 5, 2013

Jogja Kota 1001 Angkringan

Jogjakarta,  kota dengan penuh artistik. Kota budaya, kota yang tidak pernah mati akan kreatifitas para penghuninya. Kota dengan segala macam cerita di dalamnya yang begitu sangat menarik untuk diulas dan diperbincangkan. 



Jogja. Siapa yang tidak tahu tentang kota Jogja. Saya yakin bahwa semua kompasianer pasti tahu tentang kota  Jogja, paling tidak sudah pernah  mendengar namanya. Saya yakin sekali Jogja bukan merupakan sesuatu yang asing lagi di telinga Anda. 



Di sini, saya hanya ingin berbagi pengalaman sejenak  tentang keindahan kota jogja dan kekhasan kota jogja yang jelas sesuai versi saya, secara saya pernah mencicip sedikit ilmu selama 4 tahun di kota dengan image malioboronya.



google.com
google.com


Jogja menawarkan begitu banyak objek wisata  lengkap dengan  kulinernya. Namun, yang mau saya  tonjolkan di sini adalah keunikan Jogja dengan bertebarannya tempat kuliner murah meriah mantab ala mahasiswa di saat krisis melanda dan sangat terjangkau oleh kondisi kantong anda. Ya….. ANGKRINGAN DENGAN NASI KUCINGNYA!!!!!!!!!















google.com
google.com








Dengan kondisi keuangan anda yang cekak, anda tidak usah kebingungan kalau tengah malam kelaparan. Segera langakahkan kaki anda menuju angkringan terdekat, dijamin rasa lapar hilang seketika, kantong masih dalam kondisi aman, dan nikmatnya tidak kalah dengan restoran bintang lima. Hahahahhahaha………. 



Dengan modal Cuma Rp. 5.000,00 anda bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa. Dengan suasana sederhana, di pinggir jalan, lampu remang - remang, ditambah guyonan dari sang penjual, menambah kepuasan menikmati santapan nasi kucingnya. Tidak heran kalau bisnis angkringan begitu merajalela di kota ini. Selain konsep makanannya sangat bervariasi dengan harga yang terjangkau , sekarang ini banyak sekali angkringan - angkringan di Jogja dikonsep untuk dijadikan semacam tempat tongkrongan. Jadi, tidak hanya Cuma sekedar jual nasi kucing, bandrek dan mendoan, namun sekarang lebih bervariasi dalam hal makanannya. Pun juga dalam hal minumannya.  Tidak mengherankan dengan konsep seperti itu, menambah  ramainya setiap angkringan di Jogja, dan semakin menjamurnya bisnis angkringan di kota pelajar ini. Tidak salah juga kalo saya menyebut Jogja dengan sebutan KOTA 1001 ANGKRINGAN.





google.com
google.com



Jadi, kalau mampir ke Jogja jangan sampai  tidak mampir ke salah satu angkringan yang ada. Nyesellll dechhh….



Sumber gambar dari Mbah GOOGLE YANG BERGOYANG.........


Wednesday, September 25, 2013

Friends Forever

Jarum jam seolah tidak mengerti maksud akan hatiku…
Berputar dan terus berputar meninggalkan masa itu.
Arrgggg Waktu…
Entah apa yang harus aku lakukan dengan Waktu…
Guliran-guliran rasa dengan salur-salur kenangan…
Ada saatnya aku hanya musafir yang terpesona dengan kuncup-kuncup peristiwa dalam gulatan sang waktu…
Ingin kupeluk masa itu…
Erat… erat.. dan semakin erat… 

*****

Oh.. Sang Pencipta waktu, ijinkan sejenak aku hentikan putaran jarum jam itu….
Biarkan rasa ini menikmati indahnya kenangan itu !!!
*****

Saat jauh raga ini dari semua sentuh-sentuh sahabat kekasih jiwaku…
Saat senyum kalian selalu luruhkan Kristal-kristal bening di pelupuk mataku…
Saat rindu menjadi sesuatu yang sangat perih pada eja hariku…
*****

Saat itulah aku merasa seperti musafir bodoh!!
Mengapa dulu aku tak puaskan raga ini sentuh senyum lembut kalian
Mengapa dulu tak puaskan kedua tangan ini untuk peluk bahu-bahu kalian….

*****

Kebodohan yang timbul karena desakan rindu!!
Rindu yang paksakan perihnya karena salur-salur cinta dalam dada ini!!
Aku ingin teriakkan pada langit-langit kamar!!
Aku rindu kalian!!
Aku cinta pada setiap moment yang sudah kita lewati…
Sungguh!!
Raga kita boleh menjadi jejak dalam titik kenang
Tapi jiwa ini…. Jiwa ini akan selalu peluk kalian…
Satu…. Satu… maknai peluk jiwa dengan untaian doa lewat bait-bait cinta.
*****

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Ahhh itu semua pasti terjadi dalam setiap perjalanan hidup kita. Namun bukan berarti berpisah membuat kita tidak bisa menyapa satu sama lain. Berpisah fisik namun bukan berarti berpisah hati. Kebersamaan yang terjalin akan selalu terkenang dan terpatri dalam hati. 
Baru sebulan kemarin aku melangkahkan kaki meninggalkan kalian, sahabat. Seolah masih terngiang canda dan tawa kita di kala senggang. Ingin rasanya punya mesin waktu untuk kembali ke masa itu. Ah.... beruntungnya aku, mendapatkan kalian sebagai sahabat-sahabatku. Adik bungsu... Yah sebutan yang paling pas buat aku diantara kalian. Sahabat bukan hanya sekedar sahabat. Sahabat yang kadang kala bisa menjadi keluarga. Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang bisa kuambil dari kebersamaan kita. Yahhh.... Semua tinggal kenangan. Berat memang yang kurasa. Namun, semua adalah proses hidup yang mesti dijalani. Perpisahan, bukan berarti berpisah untuk selamanya. Semua akan menjadi cerita dan kenangan yang indah. Jejak ini akan terekam indah dalam memori yang paling dalam. 

Sahabat…
Cinta ini ada dan selalu akan ada di dalam dada. 






Para Mafia UGM.. :)




Perpisahan duyuuu..... :)








Tim solid CSR MHP








 Thanks a lot big Papa

Thanks buat kenang-kenangannya... :)



Dedicated to : 
• Pak TavivPak Taufan, Abah, Mas Erwin Doenuvan Thanks a lot atas kesabaran dalam memberikan bimbingan selama kurang lebih lima tahun di PT. MHP.

• Cece Maya Thanks buat pesan terakhirnya, seneng plus sedih bacanya… hiks…
“Event short, but it was really wonderful to have someone like you, you as my friend, young sister or even daughter??? As your “taichie” or “okasan” I like you always be yourself, and chase your dreams and make them come true while you have time.” Sukses ya sayang “ ( Cece Maya)
• Mbak SariMbak EenMbak MurniMbak Reni, Mbak ika, Jely..…. Heemmm Great friends. Thanks for the pure friendship.


• Pak John, Big Papa… Big thanks and big hug for you.. thanks for all. Thanks that you have spent your free time for while just for teaching me English… I hope I can improve my English better than before….