Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com
Pagi itu, Erlina mengawali harinya
sedikit penuh semangat. Beban di pundaknya sedikit hilang, Terlihat
sunggingan senyum penuh keoptimisan, ketika Erlina melangkahkan kaki
keluar rumah.
Sesuai kesepakatan semalam, pak Amin
menjemput Erlina untuk langsung meluncur ke hotel aston. Meeting dengan
direksi. Tidak banyak hal yang dibicarakan selama perjalanan menuju
aston. Hanya hal - hal yang terkait dengan pekerjaan saja yang
dibicarakan.
Rapat berlangsung lancar. Pak amin dan
Erlina pun langsung meluncur kembali ke kantor. Mereka memutuskan untuk
makan siang di kantin saja. Di tengah perjalanan, Erlina minta tolong
pak Amin untuk berhenti di toko bunga. Ia ingin membeli seikat bunga
mawar yang akan ditaruh di meja kerjanya.
“Tumben beli bunga Er. Lagi kasmaran atau lagi apa neh? hahahahaha” goda pak Amin begitu Erlina masuk ke dalam mobil lagi.
“Ah, pak Amin, bisa aja. Ga kok, pak.
Cuma pengen ganti suasana aja. Biar terlihat agak seger aja ruang kerja
saya.” jawab Erlina dengan sunggingan senyum yang menawan.
***
Semenjak malam itu, malam ketika Erlina
berbagi bebannya ke pak Amin, berangsur - angsur Erlina menemukan
kembali semangat hidupnya. Penuh enerjik di setiap kegiatan yang ia
lakukan. Setiap tugas yang dititahkan ke dirinya, berhasil dikerjakan
dengan sempurna. Bapak dua orang anak itu pun terlihat puas dengan hasil
kerja sekretarisnya, Erlina.
“Er, bapak minta tolong ntar sehabis
pulang kantor, temenin bapak sama anak - anak bapak ke mall ya? Si
sulung mau cari buku buat ujiannya seminggu lagi di gramedia. Sehabis
pulang sekolah si sulung sama adiknya langsung pergi ke sana. Jadi, kita
ntar langsung ketemuan di sana saja sama mereka. Kita pulang agak awal
aja, Er. Jam 3 sore, kita langsung meluncur ke sana. Kasian, ntar mereka
nunggu kelamaan di sana kalo kelamaan. Oke!!!!” Pinta Pak Amin, lewat
telpon paralel dari ruangannya.
***
Pak Amin adalah sosok ayah yang baik
bagi kedua buah hatinya. Istrinya memang jarang sekali menemani kedua
anaknya jalan - jalan. Kesibukan istrinya melebihi kesibukan pak Amin
sendiri. Bahkan, kabar terakhir, istrinya akan mengambil gelar s3nya,
doktor di luar negeri.
Tidak ingin anak - anaknya menunggu
terlalu lama di mall, pak Amin memutuskan untuk berangkat setengah jam
lebih awal dari kesepakatan sebelumnya.
Sesampainya di mall, pak Amin dan Erlina
langsung menuju ke gramedia. Terlihat si sulung sedang memeilih - milih
buku diktat sesuai keperluannya, sedangkan adiknya, terlihat asyik
melihat - lihat buku komik Naruto kesukaannya.
“Sudah selesai, Nak cari bukunya?” Tanya
pak amin mengejutkan Dika anak sulungnya yang sedang membaca salah satu
buku yang dipilihnya.
“Eh, Papa. Bikin kaget Dika aja. Sama siapa, Pa?” Tanya dika sambil melirik ke arah Erlina.
“Sama tante Erlina, sekretaris Papa di kantor. Salim dulu ke tante Erlina.”
Penuh kecanggungan, Erlina bersalaman dengan Dika.
“Dik, panggil adikmu, terus kita makan. Biar sampai rumah ga kemalaman.” Pinta pak Amin ke anak sulungnya.
Mereka berempat pun keluar dari gramedia
dan menuju food court yang ada di dekat gramedia. Terlihat begitu ramai
pengunjung sore itu. Beruntung mereka mendapatkan meja, yang baru saja
ditinggalkan oleh pengunjungnya.
“Pa, kok Adit ga dikenalin sama teman Papa?” Tanya adit anak bungsu pak Amin tiba-tiba sambil mencuri pandang ke arah Erlina.
“Hahahahaha. Papa mpe lupa. Eiya, ini tante Erlina, sekretaris Papa di kantor.” Ucap pak Amin memperkanalkan Erlina ke Adit.
Tanpa disuruh, Adit langsung mengulurkan tangan ke arah Erlina, dan dengan khas gaya anak umur 5 tahun memperkenalkan diri.
“Kenalkan, tante Erlina. saya Adit. Anak
dari bapak Amin Shiddiq. Umur 5 tahun, dan sudah pandai membaca,
menulis dan berhitung. ” ucapan Adit membuat kami bertiga tertawa
terbahak - bahak.
Tidak berapa lama, setelah perkenalan
Adit ke Erlina, makanan yang telah mereka pesan akhirnya datang.
Terlihat seperti keluarga yang bahagia. Walaupun Erlina bukan bagian
dari keluraga Pak Amin.
“Pa, adit mau ke time zone sebentar ya.
Adit biar ditemani sama bang Dika. ” pinta adit setelah selesai
menghabiskan suapan terakhirnya.
“Iya, tapi jangan lama - lama ya. Papa sama tante Erlina nunggu kalian di Starbucks , ya?”
Pak Amin dan Erlina segera beranjak dari tempat duduk mereka setelah kedua anak Pak amin berlalu meninggalkan mereka.
Karena sudah kenyang saat makan di food court tadi, mereka hanya memesan dua cangkir coklat panas, tanpa ada makanan ringan.
“Feel better than before kan Er? Bapak
lihat kamu sudah lebih riang akhir - akhir ini. Produktivitas kerjamu
juga mengalami peningkatan. Ehhmm, bisa - bisa karyawan teladan jatuh ke
tanganmu, Er. ” Ucap Pak Amin sedikit menggoda Erlina.
Erlina hanya tersipu dan tertawa pelan, mendengar ucapan Pak Amin.
Alunan music jazz, membuat mereka ke
lamunan masing-masing. Baik pak Amin ataupun Erlina, hanya menikmati
minuman mereka, tanpa berkata sedikitpun. Sampai pertanyaan pak Amin
hampir membuat Erlina tersedak.
“Erlina…mau ga kamu, kalau bapak minta
jadi penggantinya mamanya anak - anak. Bapak ingin, kamu yang jadi
mamanya anak - anak bapak. “
“Lho, Istri Bapak kan ma…sihhh?” Tanya balik Erlina ke pak Amin dengan terbata-bata.
“Proses cerai kami tinggal selangkah
lagi, Er. Hak asuh anak - anak jatuh ke Bapak. Bapak dan istri Bapak
sebenarnya sudah ga tinggal serumah lagi sejak setahun yang lalu. Kadang
kala memang kami terlihat bersama, namun hal itu tidak lepas hanya
karena permintaan anak - anak. Tidak lebih. Istri Bapak selingkuh dengan
teman kuliahnya sewaktu dia melanjutkan S2 nya di Netherland. Bapak
memang rapi menyimpan hal ini, Er. Karena Bapak tidak mau permasalahan
keluarga bapak, jadi konsumsi orang di kantor. Dan, sudah sejak lama
sebenarnya, Bapak menaruh hati padamu. Tepatnya enam bulan terakhir
ini.” Terdiam sejenak pak Amin sambl menyerupu coklat panasnya.
“Pertimbangkan dulu matang - matang
permintaan Bapak. Bapak tidak ingin kamu terburu - buru menjawab
permintaan Bapak ini. ” Penjelasan Pak Amin, sungguh membuat Erlina
tidak percaya. Keharmonisan yang terlihat selama ini, ternyata hanyalah
semu belaka.
Sejenak kekakuan terjadi beberapa saat
di antara mereka, sampai kedua anak pak Amin datang dan langsung
mengajak pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan pulang dari Mall,
Erlina lebih banyak diam dan melamun. Pak Amin pun juga tidak banyak
bicara. Hanya sesekali menimpali anak - anaknya berceloteh. Memikirkan
permintaan pak Amin untuk menjadi istrinya. Sejenak ada perasaan senang
di hati Erlina, karena tanpa sadar telah tumbuh benih - benih cinta di
hati Erlina. Namun, ia pun tidak sepenuhnya yakin dengan perasaanya
itu. Cinta, apa hanya sebatas kekaguman semata.
Ketika erlina memejamkan mata, tiba -
tiba bayangan wajah Wilsa melintas di pelupuk matanya. Wilsa. Dan
seketika itu juga, tiba - tiba Erlina merasakan rindu yang teramat
sangat dengan sahabat karibnya itu.
“Aku butuh kamu saat ini, Wil. Lebih dari sebelumnya.” Batin Erlina saat itu.
Bersambung
No comments:
Post a Comment