Wednesday, November 13, 2013

Erlina #4


1381842437765562112
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com

Pagi itu, Erlina mengawali harinya sedikit penuh semangat. Beban di pundaknya sedikit hilang, Terlihat sunggingan senyum penuh keoptimisan, ketika Erlina melangkahkan kaki keluar rumah.
Sesuai  kesepakatan semalam, pak Amin menjemput Erlina untuk langsung meluncur ke hotel aston. Meeting dengan direksi.  Tidak banyak hal yang dibicarakan selama perjalanan menuju aston. Hanya hal - hal yang terkait dengan pekerjaan saja yang dibicarakan.
Rapat berlangsung lancar. Pak amin dan Erlina pun langsung meluncur kembali ke kantor. Mereka memutuskan untuk makan siang di kantin saja. Di tengah perjalanan, Erlina minta tolong pak Amin untuk berhenti di toko bunga. Ia ingin membeli seikat bunga mawar yang  akan ditaruh di meja kerjanya.

“Tumben beli bunga Er. Lagi kasmaran atau lagi apa neh? hahahahaha” goda pak Amin begitu Erlina masuk ke dalam mobil lagi.

“Ah, pak Amin, bisa aja. Ga kok, pak. Cuma pengen ganti suasana aja. Biar terlihat agak seger aja ruang kerja saya.” jawab Erlina dengan sunggingan senyum yang menawan.

***

Semenjak malam itu, malam ketika Erlina berbagi bebannya ke pak Amin, berangsur - angsur Erlina menemukan kembali semangat hidupnya. Penuh enerjik di setiap kegiatan yang ia lakukan. Setiap tugas yang dititahkan ke dirinya, berhasil dikerjakan dengan sempurna. Bapak dua orang anak itu pun terlihat puas dengan hasil kerja sekretarisnya, Erlina.

“Er, bapak minta tolong ntar sehabis pulang kantor, temenin bapak sama anak - anak bapak ke mall ya? Si sulung mau cari buku buat ujiannya seminggu lagi di gramedia. Sehabis pulang sekolah si sulung sama adiknya langsung pergi ke sana. Jadi, kita ntar langsung ketemuan di sana saja sama mereka. Kita pulang agak awal aja, Er. Jam 3 sore, kita langsung meluncur ke sana. Kasian, ntar mereka nunggu kelamaan di sana kalo kelamaan. Oke!!!!” Pinta Pak Amin, lewat telpon paralel dari ruangannya.

***
Pak Amin adalah sosok ayah yang baik bagi kedua buah hatinya. Istrinya memang jarang sekali menemani kedua anaknya jalan - jalan. Kesibukan istrinya melebihi kesibukan pak Amin sendiri. Bahkan, kabar terakhir, istrinya akan mengambil gelar s3nya,  doktor di luar negeri.
Tidak ingin anak - anaknya menunggu terlalu lama di mall, pak Amin memutuskan untuk berangkat setengah jam lebih awal dari kesepakatan sebelumnya.
Sesampainya di mall, pak Amin dan Erlina langsung menuju ke gramedia. Terlihat si sulung sedang memeilih - milih buku diktat sesuai keperluannya, sedangkan adiknya, terlihat asyik melihat - lihat buku komik Naruto kesukaannya.

“Sudah selesai, Nak cari bukunya?” Tanya pak amin mengejutkan Dika anak sulungnya yang sedang membaca salah satu buku yang dipilihnya.

“Eh, Papa. Bikin kaget Dika aja. Sama siapa, Pa?” Tanya dika sambil melirik ke arah Erlina.

“Sama tante Erlina, sekretaris Papa di kantor. Salim dulu ke tante Erlina.”
Penuh kecanggungan, Erlina bersalaman dengan Dika.

“Dik, panggil adikmu, terus kita makan. Biar sampai rumah ga kemalaman.” Pinta  pak Amin ke anak sulungnya.
Mereka berempat pun keluar dari gramedia dan menuju food court yang ada di dekat gramedia. Terlihat begitu ramai pengunjung sore itu.  Beruntung mereka mendapatkan meja, yang baru saja ditinggalkan oleh pengunjungnya.

“Pa, kok Adit ga dikenalin sama teman Papa?” Tanya adit anak bungsu pak Amin tiba-tiba sambil mencuri pandang ke arah Erlina.

“Hahahahaha. Papa mpe lupa. Eiya, ini tante Erlina, sekretaris Papa di kantor.” Ucap pak Amin memperkanalkan Erlina ke Adit.

Tanpa disuruh, Adit langsung mengulurkan tangan ke arah Erlina, dan dengan khas gaya anak umur 5 tahun memperkenalkan  diri.

“Kenalkan, tante Erlina. saya Adit. Anak dari bapak Amin Shiddiq. Umur 5 tahun, dan sudah pandai membaca, menulis dan berhitung. ” ucapan Adit membuat kami bertiga tertawa terbahak - bahak.

Tidak berapa lama, setelah perkenalan Adit ke Erlina, makanan yang telah mereka pesan akhirnya datang. Terlihat seperti keluarga yang bahagia.  Walaupun Erlina bukan bagian dari keluraga Pak Amin.

“Pa, adit mau ke time zone sebentar ya. Adit biar ditemani sama bang Dika. ” pinta adit setelah selesai menghabiskan suapan terakhirnya.

“Iya, tapi jangan lama - lama ya. Papa sama tante Erlina nunggu kalian di Starbucks , ya?”
Pak Amin dan Erlina segera beranjak dari tempat duduk mereka setelah kedua anak Pak amin berlalu meninggalkan mereka.

Karena sudah kenyang saat makan di food court tadi, mereka hanya memesan dua cangkir coklat panas, tanpa ada makanan ringan.

“Feel better than before kan Er? Bapak lihat kamu sudah lebih riang akhir - akhir ini. Produktivitas kerjamu juga mengalami peningkatan. Ehhmm, bisa - bisa karyawan teladan jatuh ke tanganmu, Er. ” Ucap Pak Amin sedikit menggoda Erlina.

Erlina hanya tersipu dan tertawa pelan, mendengar ucapan Pak Amin.
Alunan music jazz, membuat mereka ke lamunan masing-masing. Baik pak Amin ataupun Erlina, hanya menikmati minuman mereka, tanpa berkata sedikitpun. Sampai pertanyaan pak Amin hampir membuat Erlina tersedak.

“Erlina…mau ga kamu, kalau bapak minta jadi penggantinya mamanya anak - anak. Bapak ingin, kamu yang jadi mamanya anak - anak  bapak. “

“Lho, Istri Bapak kan ma…sihhh?” Tanya balik Erlina ke pak Amin dengan terbata-bata.

“Proses cerai kami tinggal selangkah lagi, Er. Hak asuh anak - anak jatuh ke Bapak. Bapak dan istri Bapak sebenarnya sudah ga tinggal serumah lagi sejak setahun yang lalu. Kadang kala memang kami terlihat bersama, namun hal itu tidak lepas hanya karena permintaan anak - anak. Tidak lebih. Istri Bapak selingkuh dengan teman kuliahnya sewaktu dia melanjutkan S2 nya di Netherland. Bapak memang rapi menyimpan hal ini, Er. Karena Bapak  tidak mau permasalahan keluarga bapak, jadi konsumsi orang di kantor. Dan, sudah sejak  lama sebenarnya, Bapak menaruh hati padamu. Tepatnya enam bulan terakhir ini.” Terdiam sejenak pak Amin sambl menyerupu coklat panasnya.

“Pertimbangkan dulu matang - matang permintaan Bapak. Bapak tidak ingin kamu terburu - buru menjawab permintaan Bapak ini. ” Penjelasan Pak Amin, sungguh membuat Erlina tidak percaya. Keharmonisan yang terlihat selama ini, ternyata hanyalah semu belaka.

Sejenak kekakuan terjadi beberapa saat  di antara mereka, sampai kedua anak pak Amin datang dan langsung mengajak pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan pulang dari Mall, Erlina lebih banyak diam dan melamun. Pak Amin pun juga tidak banyak bicara. Hanya sesekali menimpali anak - anaknya berceloteh. Memikirkan permintaan pak Amin untuk menjadi istrinya. Sejenak ada perasaan senang di hati Erlina, karena tanpa sadar telah tumbuh benih - benih cinta di hati Erlina.  Namun, ia pun tidak sepenuhnya yakin dengan perasaanya itu. Cinta, apa hanya sebatas kekaguman semata.
Ketika erlina  memejamkan mata, tiba - tiba bayangan wajah Wilsa melintas di pelupuk matanya. Wilsa. Dan seketika itu juga, tiba - tiba Erlina merasakan rindu yang teramat sangat dengan sahabat karibnya itu.


“Aku butuh kamu saat ini, Wil. Lebih dari sebelumnya.” Batin Erlina saat itu.


 Bersambung

No comments:

Post a Comment