Wednesday, November 13, 2013

Erlina #3



1381842437765562112


Masih tak percaya dengan apa yang diungkapkan Wilsa lewat bbm beberapa hari lalu, berharap bahwa Erlina ada kesalahan baca, namun, kalimat yang terangkai masih tetap memberikan pesan singkat bahwa Wilsa, sahabat karibnya, menaruh hati padanya, layaknya seorang pria jatuh cinta kepada seorang perempuan. Bingung. Itulah yang dirasakan Erlina beberapa hari terakhir ini. Bbm dari Wilsa pun yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai di Tokyo pun tidak dipedulikannya.

“Kenapa kamu nodai persahabatan kita dengan perasaanmu itu, Wil? Gumam Erlina pada dirinya sendiri di ruang kerjanya.

Semenjak kejadian di bandara beberapa hari yang lalu, Erlina sengaja menenggelamkan diri di kantor. Serpihan – serpihan semangat hidup yang tadinya sudah dia pungut dan terikat kuat kembali koyak dan tercerai berai. Walaupun tidak separah sewaktu kegagalan pernikahannya dengan Rido, namun pengakuan Wilsa sempat membuat Erlina shock beberapa hari ini, hingga membuat senyum yang selalu mengembang di bibir manisnya, pudar, hilang entah ke mana.

Adalah pak Amin, begitu beliau sering dipanggil di kantor Erlina, atasannya di kantor, yang akhir – akhir ini memperhatikan Erlina dengan segala perubahannya.

“ Belum pulang, Er? Sudah hampir jam 9 lho. Betah banget kamu di kantor. Bapak lihat, akhir – akhir ini kamu pulang malam terus? “ suara pak Amin membuyarkan lamunan Erlina seketika.

“Ehh.. pak Amin. Kok, saya ga kedengeran pak Amin masuk ? Jawab Erlina sambil membenarkan posisi duduknya.

“Lha gimana mau kedengeran, orang kamunya asyik nglamun gitu kok. Beresin sana meja kerjamu, bapak antar kamu pulang. Malam – malam gini, gadis pulang sendirian bahaya. Sekalian temenin bapak makan malam. Kamu pastinya belum makan malam juga kan? Mobilmu biar di sini aja, besok pas berangkat kerja, biar bapak samperin kamu. Sekalian langsung kita meeting dengan direksi di hotel Aston. Jadi, ga perlu mampir ke kantor dulu. “

Tanpa banyak komentar, Erlina menuruti perintah bosnya itu. Pak Amin adalah sosok pimpinan yang baik dan bersahaja kepada seluruh karyawan di kantor. Bisa memposisikan diri, kapan beliau berlaku sebagai pimpinan, atau sebagai rekan kerja dan juga sebagai teman. Erlina pun tidak merasa canggung dengan bosnya itu. Sudah hampir 5 tahun Erlina jadi sekretaris pak Amin. Faktor inilah yang membuat Erlina merasa nyaman dengan pak Amin. Di luar urusan kantor pun Erlina tidak canggung ketika pak Amin meminta Erlina untuk menemaninya. Walaupun hanya sekedar makan siang, ataupun menemaninya belanja dengan anak – anaknya. Erlina sudah menganggap pak amin seperti omnya sendiri. Usia yang terpaut lumyan jauh, membuat Erlina merasa nyaman bercerita tentang hal pribadipun kepada pak Amin. Sosok yang ngayomi, itulah yang ada di benak Erlina, ketika Erlina mengenal untuk pertama kalinya.

***
Jalanan Jakarta masih terlihat padat, walaupun jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 lewat. Jakarta memang kota yang tidak pernah tidur, begitu kata kebanyakan orang.

“Kita makan sate ayamnya pak Ateng aja ya, Er. Warung tenda yang deket kantor pajak itu. Mudah – mudahan jam segini masih belum tutup.” Ucap pak Amin membuka pembicaraan di mobil.

Erlina hanya mengangguk saja, tanda setuju. Sebenarnya Erlina sudah berniat untuk berbagi cerita dengan pak Amin tentang Wilsa. Namun, Erlina masih bingung harus memulainya dari mana, dan lagi beberapa hari terakhir ini, sering ada meeting persiapan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Erlina tidak ingin menambah beban bosnya dengan permasalahan pribadinya, walaupun pada dasarnya, pak Amin selalu welcome apapun permasalahan yang dihadapi Erlina.
 
“Wuahhh, pak ateng, sudah hampir tutup ya? Masih ada kan pak, sate untuk saya?” Tanya pak Amin begitu turun dari mobil.

“Alhamdulillah, masih ada pak. Sebenarnya belum mau tutup, pak. Tapi tadi, orang rumah telpon, suruh cepat pulang, soalnya ada suadara dari kampung datang.” Jawab pak Ateng

“Ooohhh.. .. eiya pak, pesen satu porsi seperti biasa, sama satu porsi lagi untuk Erlina. Sama teh angetnya dua. “ pesan pak Amin untuk dirinya sendiri dan Erlina.
Tidak banyak obrolan diantara mereka berdua selama makan malam itu.

“Kami pulang ya pak Ateng. Salam buat kelurganya yang baru datang dari kampung. “ ucap pak Amin selesai menyelesaikan makan malamnya.
Perjalanan ke rumah Erlina memakan waktu paling lama 30 menit dari warung pak Ateng. Hanya terdengar alunan lagu sepanjang perjalanan menuju rumah Erlina, sampai pak Amin tiba – tiba menanyakan tentang Wilsa.

“Wilsa apa kabar, Er? Sudah balik ke jepang ya?”

“Iya, pak. Saya mau ijin langsung waktu itu, bapak masih ada agenda rapat dengan direksi, makanya saya ijinke HRD. Wilsa baik pak. “

“Kenapa Er? Bapak liat akhir – akhir ini, kamu ga seperti biasanya Ga usah sungkan. Cerita aja kalau itu bisa buat kamu sedikit enakan. “

Waktu yang ditunggu – tunggu oleh Erlina. Sudah lama sebenarnya Erlina ingin berbagi cerita dengan pak Amin. Dan pucuk dicinta ulam pun tiba. Pak amin seolah tahu kegundahan yang dialami Erlina.

“Wilsa menaruh hati sama saya pak.” Perkataan Erlina sontak membuat pak Amin terkejut dan hampir saja mobilnya menabrak orang yang sedang melintas.

“Wilsa??? Apa dia….????”sebelum pak amin melanjutkan perkataannya, Erlina sudah mengangguk, mengisyaratkan bahwa apa yang ada di pikiran pak Amin adalah benar.

Panjang lebar Erlina menceritakan kebersamaannya dengan wilsa,pertemuan dengan Rido dan alasan Rido membatalkan rencana pernikahannya.

Sempat hening beberapa saat, setelah Erlina mengkahiri ceritanya. Pak amin pun tidak sanggup berkata – kata mendengar keseluruhan cerita Erlina. Keduanya diam membisu sampai tiba di rumah Erlina.

“Bapak ikut turun mengantarmu masuk ke dalam rumah. Ga enak sama orang tuamu, pulang selarut ini dari kantor.”

Sepulang mengantar Erlina, Pak Amin merasakan ada getaran aneh yang tiba – tiba menelusup di relung hatinya. Entah perasaan seperti apa. Bayangan wajah Erlina selalu menghiasi pelupuk mata pak Amin semenjak malam itu. 



Bersambung

 

No comments:

Post a Comment