Sakit itu begitu membekas di hati
Erlina. Bagaimana tidak, harapan dan impian sudah ia gantungkan setinggi
langit kepada pria pujaan hatinya, Rido. Segala persiapan pun telah
matang. Undangan pernikahan pun juga sudah beredar. Fitting baju
pengantin pun juga hampir selesai. Semua persiapan sudah sempurna. Wajah
Erlina pun terlihat sumngringah beberapa hari menjelang pesta
pernikahannya dengan Rido. Hari - hari indah akan dilewati bersama Rido,
Pria pujaan hatinya batinnya saat itu. Rido adalah pelabuhan terakhir
Erlina, setelah sempat mengalami jatuh bangun dalam menjaliin hubungan
dengan beberapa pria. Ridolah yang sanggup membuat Erlina bangkit dari
keterpurukan cinta. Performa Rido memang sempurna. Bukan tipikal orang
yang mempunyai wajah tampan, namun, Rido tergolong pria kharismatik dan
menarik. Hal itu yang membuat Erlina menambatkan hati dan menggantungkan
segala harapan masa depan bersama Rido. Namun, suratan takdir berkata
lain. Tuhan pun tidak bersambut dengan rajutan tali kasih asmara antara
Erlina dengan Rido. Tepat sehari sebelum acara akad nikah digelar, tanpa
alasan yang jelas, Rido membatalkan semuanya. Yahh, Rido membatalkan
rencana pernikahan mereka. Malam sebelum akad nikah digelar, Rido datang
ke rumah Erlina, mengutarakan maksud pembataan pernikahan tersebut.
Alasan yang disampaikannya pun tidak masuk akal. Belum siap dengan
segala resiko yang terjadi apabila nanti sudah berumah tangga. Alasan
yang menurut Erlina sangat dibuat - buat. Perasaan marah, geram, sakit,
sedih campur aduk di hati Erlina. Keluarga Erlina pun tidak terima
dengan pembatalan secara sepihak dari Rido. Harga diri mereka serasa
diinjak - injak oleh ulah Rido. Sempat hampir terjadi pertengkaran hebat
antara Rido dan Papa Erlina. Untungnya, hal itu bisa diredam, dan
tidak sampai terjadi adu fisik antara Rido dengan papa Erlina. Setelah
suasana ketegangan cukup mereda, Rido minta izin papa Erlina untuk bisa
berbicara empat mata dengan Erlina.
“Maafkan aku, Er. Alasanku mungkin
tidak masuk akal. Tapi memang begitulah adanya. Berat memang aku
membatalkan rencana pernikahan kita, tapi aku harus melakukannya. Aku
tidak bisa. Aku tidak ingin menyakiti hatimu, kelak. Suatu saat kamu
pasti akan mengerti. ” jelas Rido tanpa mampu menatap Erlina. Perasaan
bersalah terlihat jelas di raut muka Rido.
Erlina adalah perempuan yang tegar,
sepahit apapun masalah yang merundung dalam kehidupannya, ia tidak
pernah terlihat rapuh di hadapan orang - orang. Pun, ketika ia
menghadapi kegagalan pernikahannya dengan Rido. Penuh ketenangan Erlina
menghadapi Rido saat itu. Tidak banyak kata yang terucap oleh Erlina
ketika Rido memberikan penjelasan.
“Terus terang, aku butuh penjelasan
dari yang sekedar kamu utarakan tadi sama keluargaku, Mas. Maafmu
mungkin tidak cukup untuk harga diri keluargaku yang sudah kamu injak -
injak. Harusnya besok, kita sudah duduk di pelaminan mas, tapi kamu
menghancurkan semuanya dengan alasan bodohmu itu.!!!!” Suara Erlina
mulai meninggi menahan emosi yang sedari tadi dia pendam.
“Tapi, ya sudahlah. Aku juga tidak bisa
memaksakan kehendakku. Tapi, aku yakin, bukan alasan itu sebenarnya yang
membuatmu membatalkan rencana pernikahan kita. Beberapa minggu
menjelang pernikahan kita, aku merasakan ada hal yang aneh dalam dirimu,
Mas. Tapi entah, aku pun tidak bisa mengartikannya. ” ucap Erlina penuh
selidik menatap tajam ke arah Rido.
“Sekali lagi aku minta maaf, Er. Suatu
saat kamu pasti mengerti alasanku. Saat ini aku belum bisa bercerita
banyak kepadamu. Aku harap kamu bisa mengerti akan hal ini. Ada hal yang
perlu kamu tahu. Aku sudah dicoret dari daftar keluargaku, Er. Itulah
kenapa aku datang hanya seorang diri, tanpa didampingi keluargaku. Sama
halnya dengan kelurgamu, keluargaku juga tidak bisa menerima keputusan
mendadak yang aku ambil. Papa sama Mamaku sudah tidak mau lagi
menganggap aku anak. Aku sudah diusir dari rumah tiga hari lalu, Er. ”
penjelasan Rido barusan membuat Erlina kaget, dan sedikit merasa iba.
Namun, hal itu tidak dengan mudah menghilangkan sakit hati Erlina.
Erlina butuh waktu untuk memulihkan kestabilan emosinya.
“Aku masih sayang padamu, Er. Terserah,
kamu mengartikan apa ucapan aku barusan. Yang jelas, rasa sayang itu
masih aku simpan rapi dalam hatiku. Suatu saat nanti, entah kapan, kamu
akan tahu dan mengerti kenapa aku membatalkan rencana pernikahan kita. ”
Ucap Rido, sebelum pamit dan beranjak pergi dari rumah Erlina.
Tidak bergeming sedikitpun Erlina
dengan ucapan terakhir Rido. Erlina hanya menatap nanar kearah Rido, dan
membiarakannya pergi tanpa sepatah kata pun.
“Sikapmu terlihat aneh beberapa
minggu terakhir ini, Mas. Semenjak kepulanganmu dari Singapura, kamu
terlihat beda. Bukan seperti Rido yang aku kenal sebelumnya.” Gumam
Erlina kepada dirinya sendiri, sepeninggal Rido dari rumahnya.
No comments:
Post a Comment