Dua bulan telah berlalu semenjak
pembatalan rencana pernikahan Erlina dengan Rido. Walaupun masih tersisa
keping - keping kekecewaan, namun Erlina tidak mau larut dalam
keterpurukan. Ia meyakinkan ke dirinya sendiri, bahwa dia adalah
perempuan yang tegar. Setegar pohon kelapa yang menjulang tinggi,
walaupun diterpa angin kencang, namun masih tetap kokoh berdiri.
Ketegaran erlina menghadapi permasalahannya tidak lepas dari support
teman - teman dan keluarganya. Apalagi sahabat karibnya. Wilsa. Wilsalah
yang selalu menjadi tumpuan kesedihan, kemarahan, dan kegalauan Erlina.
Pribadi yang sangat menyenangkan. Teman karib Erlina semasa kuliah
dulu. Sempat terputus komunikasi, karena Wilsa melanjutkan studinya ke
luar negeri. Kepulangannya ke Indonesia kali ini, selain ingin
menghadiri acara pernikahan Erlina, juga untuk mengambil bahan
thesisnya. Namun, hal yang tak disangka - sangka, ternyata rencana
pernikahan Erlina cuma sebatas rencana.
“Er, aku tahu, ga mudah memang apa
yang telah kamu alami. Tapi, yakinlah. Semua pasti ada hikmahnya. Semua
memang butuh proses. Tapi proses itu juga mesti berujung pada hasil.
Intinya, kamu harus cepet bangkit dari keterpurukannmu. Sibukkan dirimu
dengan hal - hal yang positif. Sibukkan kamu dengan setumpuk kerjaan
kamu di kantor, atau mungkin sibukkan dirimu dengan hobimu. Seinget aku
waktu jaman kuliah, kamu suka dengan kegiatan - kegiatan sosial.” Ucap
wilsa berusaha bijak menyadarkan erlina sewaktu makan siang.
“I’m fine kok, Wil. I’m Oke. Kamu bisa
lihat dong, aku masih bisa tersenyum kan? Sudahlah, jangan terlalu
mengkhawatirkan aku. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu kok, bagaimana
caranya aku harus move on.” Jawab Erlina berusaha tegar.
“Halloowwww, I’m your best friend. And, I
know you so well, dear. Ga usah pura - pura kamu sok tegar di hadapan
aku. Kamu bisa ngebohongi orang - orang di luar sana, bahkan keluargamu.
But not me, dear.” Perkataan wilsa barusan membuat Erlina tertunduk,
dan tanpa sadar, menetes air mata Erlina.
“Wallaahh, kok malah crying bombay gitu
kamu. Udah ah, kita jalan aja deh, biar kamu ga jadi melow gini. Dasar
cengeng lu, Er. Hahahahahhahaha” Sengaja wilsa dengan ejekan itu, biar
erlina tersenyum.
***
Hampir sepanjang hari selama sebulan
ini, Erlina menghabiskan waktu bersama Wilsa. Selesai pulang kerja,
Erlina menemani Wilsa mengerjakan thesisnya. Weekend pun mereka selalu
habiskan bersama. Saat ini hanya Wilsa tempat yang nyaman untuk Erlina
bersandar melepaskan segala kesedihannya. Move on bagi erlina adalah hal
yang tidak mudah dilakukan, namun dengan adanya Wilsa, paling tidak,
Erlina bisa menjalani proses itu lebih cepat.
“Kamu ga pengen buka hati kamu untuk
pria lain, Er? Sudah hampir 6 bulan lho, aku lihat kamu menutup diri
dengan pria lain. Come on, dear. Waktu berputar, sayang. Aku liat banyak
juga yang berusaha mencuri hatimu. ” Tanya Wilsa tiba - tiba.
“Malas, ah. Seandainya aja di antara
pria yang mendekatiku itu, ada sosok pria kayak kamu, Wil.
Hahahahahhahaha. Kamu operasi kelamin gih, terus kita kawin,
hahahahhahahaha.” Jawab Erlina dengan candaan.
“Sialan kamu, Er. “
“Eiya, Er. Dua hari lagi aku mesti balik
ke Jepang. Bahan - bahan untuk thesisku kayaknya sudah cukup. Sisanya
tinggal aku cari di sana. Aku sudah pesen tiket. Pesawatku dari Jakarta
jam 09.45 WIB. Mudah - mudahan pas aku balik lagi ke sini, aku sudah
kelar studiku. “
” Yaelahh, Wil. Ga bisa kah kamu
tunda balikmu ke sana? Aku masih butuh kamu di sini. ” pinta Erlina
manja sambil bergelayut di lengan Wilsa.
“Ga bisa. Dan aku yakin, kondisimu sekarang better than before. Kamu bisa, Er. ” jawab Wilsa meyakinkan Erlina.
Hari keberangkatan wilsa kembali ke
negeri matahari terbit itu sudah tiba. Erlina sengaja ijin dari
kantornya untuk mengantarkan sahabatnya ke bandara.
“Baik - baik ya, dear. Jangan banyak
nglamun terus, ntar kemasukan setan, baru nyahok kamu. ” ledek wilsa di
depan pintu masuk bandara. Erlina, hanya tersenyum kecut, dengar ejekan
dari wilsa.
“Aku check in dulu ya. Jangan sungkan,
ngubungi aku kalau kamu butuh tempat untuk sharing. Biaya konsultasi
gratissss, hahahahahha”
“Hahahahahaha, dasar. Oke deh. Take care ya. Kasih kabar kalo dah sampe Tokyo. “
Erlina menunggu wilsa sampai Wilsa
tidak terlihat punggungnya di antara penumpang - penumpang lain. Belum
lama Erlina beranjak dari tempat dia berdiri, tanpa sengaja matanya
tertuju ke arah taxi yang baru saja menurunkan penumpang. Dan betapa
terkejutnya ia, ketika tahu penumpang yang turun dari taxi tersebut
adalah RiDo. Calon mantan suaminya. Lebih terkejut lagi, ketika Erlina
melihat, rido tidak keluar sendirian, melainkan dengan seseorang. Sangat
mesra. Terlihat dari cara orang itu bergelayut di lengan Rido. Serasa
tak percaya apa yang dia lihat, dan tidak ingin berburuk sangka, Erlina
menghampiri Rido.
“Haiii, Rido. Long time no see ya. Apa kabarnya? Sapa erlina sambil melirik seseorang yang ada di sebelah Rido.
Antara kaget bercampur kikuk, Rido membalas sapaan Erlina, dan buru - buru melepas tangan orang yang bersama Rido.
“Ehh, oohh baik, Er. Kok ada di sini?” tanya rido
“Oh, aku nganterin Wilsa. Kenal kan sama
Wilsa? Sahabat karibku pas jaman aku kuliah. Hari ini dia balik ke
Jepang. Ooiiyyaa, kamu sendiri, mau ke mana?” masih dengan tatapan
penasaran ke arah seseorang yang ada di sebelah Rido.
” Aku mau ke Singapura, ada urusan
kerjaan. Ooiyyaa, sampai aku lupa ngenalin temenku. Kenalin. Ini
temanku. Ketemu pas waktu di Singapura dulu. Namanya Andi. ” Tanpa
canggung seperti di awal, rido memperkenalkan Andi. Andi pun dengan
sikap agak lemah gemulai mengulurkan tangan ke arah Erlina.
‘Andi.” Jawab andi singkat sambil
melingkarkan kembali tanggannya ke pinggang Rido. Rido pun hanya
tersenyum canggung di hadapan Erlina.
“Er, mungkin sekarang kamu paham, kenapa
dulu aku membatalkan rencana pernikahan kita dan kenapa aku diusir dari
keluargaku. Andi adalah jawaban atas semua itu. Aku berharap kamu bisa
mengerti. ” jelas Rido tanpa panjang lebar.
Mendengar penjelasan Rido Erlina bak
disambar petir di siang bolong. Entah perasaan apa yang sedang
berkecamuk di dadanya. Sampai - sampai Erlina tidak sadar kalau Rido dan
Andi, pasangannya sudah meninggalkannya masuk ke Bandara.
Belum sampai rasa terkejutnya Erlina selesai. Bbm dari wilsa lebih membuat erlina hampir jatuh pingsan.
Dear, maaf
sebelumnya, kalau aku tdak berani berucap langsung padamu. Sudah lama
aku mau mengutarakan kepadamu. Sudah semenjak waktu jaman kuliah dulu,
namun aku tak punya cukup keberanian untuk itu. Aku sayang kamu, Erlina.
Sayangku bukan bukanlah sayang sesama sahabat, tapi lebih ke sayang
antara seorang pria ke perempuan. Namun, kondisiku tidak memngkinkan
untuk itu, karena jiwaku terjebak dalam raga seorang perempuan. Itu yang
membatasi aku untuk berterus terang kepadamu. Namun, aku tidak sanggup
menyimpan rasa ini terus, tanpa kamu tahu. Kalaupun ada rasa jijik
terhadapku setelah pengakuanku, aku bisa terima, dan itu adalah hakmu.
Paling tidak. Aku merasa lega, aku bisa mengungkapkan isi hatiku. Maaf
ya Er, atas pengakuanku ini. Semoga apa yang barusan aku sampikan ini,
tidak akan merubah persahabatan kita. Aku tidak berharap lebih darimu
untuk membalas rasa sayangku. Kamu tidak membenciku saja, aku sudah
cukup bersyukur.
Sempat tidak percaya dengan apa yang
dibaca Erlina. Bbm dari wilsa. Sahabat karibnya. Ternyata selama ini
memendam persaan sayang, lebih dari seorang sahabat.
Bersambung
No comments:
Post a Comment