Wednesday, November 13, 2013

Erlina #2

1381649869994538306
Image taken from : warihfirdausi.blogspot.com


Dua bulan telah berlalu semenjak pembatalan rencana pernikahan Erlina dengan Rido. Walaupun masih tersisa keping - keping kekecewaan, namun Erlina tidak mau larut dalam keterpurukan. Ia meyakinkan ke dirinya sendiri, bahwa dia adalah perempuan yang tegar. Setegar pohon kelapa yang menjulang tinggi, walaupun diterpa angin kencang, namun masih tetap kokoh berdiri. Ketegaran erlina menghadapi permasalahannya tidak lepas dari support teman - teman dan keluarganya. Apalagi sahabat karibnya. Wilsa. Wilsalah yang selalu menjadi tumpuan kesedihan, kemarahan, dan kegalauan Erlina. Pribadi yang sangat menyenangkan. Teman karib Erlina semasa kuliah dulu. Sempat terputus komunikasi, karena Wilsa melanjutkan studinya ke luar negeri. Kepulangannya ke Indonesia kali ini, selain ingin menghadiri acara pernikahan Erlina, juga untuk mengambil bahan thesisnya. Namun, hal yang tak disangka - sangka, ternyata rencana pernikahan Erlina cuma sebatas rencana.

“Er, aku tahu, ga mudah memang apa yang telah kamu alami. Tapi, yakinlah. Semua pasti ada hikmahnya. Semua memang butuh proses. Tapi proses itu juga mesti berujung pada hasil. Intinya, kamu harus cepet bangkit dari keterpurukannmu. Sibukkan dirimu dengan hal - hal yang positif. Sibukkan kamu dengan setumpuk kerjaan kamu di kantor, atau mungkin sibukkan dirimu dengan hobimu. Seinget aku waktu jaman kuliah, kamu suka dengan kegiatan - kegiatan sosial.”  Ucap wilsa berusaha bijak menyadarkan erlina sewaktu makan siang.

“I’m fine kok, Wil. I’m Oke. Kamu bisa lihat dong, aku masih bisa tersenyum kan? Sudahlah, jangan terlalu mengkhawatirkan aku. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu kok, bagaimana caranya aku harus move on.” Jawab Erlina berusaha tegar.

“Halloowwww, I’m your best friend. And, I know you so well, dear. Ga usah pura - pura kamu sok tegar di hadapan aku. Kamu bisa ngebohongi orang - orang di luar sana, bahkan keluargamu. But not me, dear.” Perkataan  wilsa barusan membuat Erlina tertunduk, dan tanpa sadar, menetes air mata Erlina.

“Wallaahh, kok malah crying bombay gitu kamu. Udah ah, kita jalan aja deh, biar kamu ga jadi melow gini. Dasar cengeng lu, Er. Hahahahahhahaha” Sengaja wilsa dengan ejekan itu, biar erlina tersenyum.
***
Hampir sepanjang hari selama sebulan ini, Erlina menghabiskan waktu bersama Wilsa. Selesai pulang kerja, Erlina menemani Wilsa mengerjakan thesisnya. Weekend pun mereka selalu habiskan bersama. Saat ini hanya Wilsa tempat yang nyaman untuk Erlina bersandar melepaskan segala kesedihannya. Move on bagi erlina adalah hal yang tidak mudah dilakukan, namun dengan adanya Wilsa, paling tidak, Erlina bisa menjalani proses itu lebih cepat.

“Kamu ga pengen buka hati kamu untuk pria lain, Er? Sudah hampir 6 bulan lho, aku lihat kamu menutup diri dengan pria lain. Come on, dear. Waktu berputar, sayang. Aku liat banyak juga yang berusaha mencuri hatimu. ” Tanya Wilsa tiba - tiba.

“Malas, ah. Seandainya aja di antara pria yang mendekatiku itu, ada sosok pria kayak kamu, Wil. Hahahahahhahaha. Kamu operasi kelamin gih, terus kita kawin, hahahahhahahaha.” Jawab Erlina dengan candaan.

“Sialan kamu, Er. “

“Eiya, Er. Dua hari lagi aku mesti balik ke Jepang. Bahan - bahan untuk thesisku kayaknya sudah cukup. Sisanya tinggal aku cari di sana. Aku sudah pesen tiket. Pesawatku dari Jakarta jam 09.45 WIB. Mudah - mudahan pas aku balik lagi ke sini, aku sudah kelar studiku. “

” Yaelahh, Wil. Ga bisa kah kamu tunda balikmu ke sana? Aku masih butuh kamu di sini. ” pinta Erlina manja sambil bergelayut di lengan Wilsa.

“Ga bisa. Dan aku yakin, kondisimu sekarang better than before. Kamu bisa, Er. ” jawab Wilsa meyakinkan Erlina.
Hari keberangkatan wilsa kembali ke negeri matahari terbit itu sudah tiba. Erlina sengaja ijin dari kantornya untuk mengantarkan sahabatnya ke bandara.

“Baik - baik ya, dear. Jangan banyak nglamun terus, ntar kemasukan setan, baru nyahok kamu. ” ledek wilsa di depan pintu masuk bandara. Erlina, hanya tersenyum kecut, dengar ejekan dari wilsa.

“Aku check in dulu ya. Jangan sungkan, ngubungi aku kalau kamu butuh tempat untuk sharing. Biaya konsultasi gratissss, hahahahahha”

“Hahahahahaha, dasar. Oke deh. Take care ya. Kasih kabar kalo dah sampe Tokyo. “

Erlina menunggu wilsa sampai  Wilsa tidak terlihat punggungnya di antara penumpang - penumpang lain. Belum lama Erlina beranjak dari tempat dia berdiri, tanpa sengaja matanya tertuju ke arah taxi yang baru saja menurunkan penumpang. Dan betapa terkejutnya ia, ketika tahu penumpang yang turun dari taxi tersebut adalah RiDo. Calon mantan suaminya. Lebih terkejut lagi, ketika Erlina melihat, rido tidak keluar sendirian, melainkan dengan seseorang. Sangat mesra. Terlihat dari cara orang itu bergelayut di lengan Rido. Serasa tak percaya apa yang dia lihat, dan tidak ingin berburuk sangka, Erlina menghampiri Rido.

“Haiii, Rido. Long time no see ya. Apa kabarnya? Sapa erlina sambil melirik seseorang yang ada di sebelah Rido.

Antara kaget bercampur kikuk, Rido membalas sapaan Erlina, dan buru - buru melepas tangan orang yang bersama Rido.

“Ehh, oohh baik, Er. Kok ada di sini?” tanya rido

“Oh, aku nganterin Wilsa. Kenal kan sama Wilsa? Sahabat karibku pas jaman aku kuliah. Hari ini dia balik ke Jepang. Ooiiyyaa, kamu sendiri, mau ke mana?” masih dengan tatapan penasaran ke arah seseorang yang ada di sebelah Rido.

” Aku mau ke Singapura, ada urusan kerjaan. Ooiyyaa, sampai aku lupa ngenalin temenku. Kenalin. Ini temanku. Ketemu pas waktu di Singapura dulu. Namanya Andi. ” Tanpa canggung seperti di awal, rido memperkenalkan Andi. Andi pun dengan sikap agak  lemah gemulai mengulurkan tangan ke arah Erlina.
‘Andi.” Jawab andi singkat sambil melingkarkan kembali tanggannya ke pinggang Rido. Rido pun hanya tersenyum canggung di hadapan Erlina.

“Er, mungkin sekarang kamu paham, kenapa dulu aku membatalkan rencana pernikahan kita dan kenapa aku diusir dari keluargaku. Andi adalah jawaban atas semua itu. Aku berharap kamu bisa mengerti. ” jelas Rido tanpa panjang lebar.

Mendengar penjelasan Rido Erlina bak disambar petir di siang bolong. Entah perasaan apa yang sedang berkecamuk di dadanya. Sampai - sampai Erlina tidak sadar kalau Rido dan Andi, pasangannya sudah meninggalkannya masuk ke Bandara.
Belum sampai rasa terkejutnya Erlina selesai. Bbm dari wilsa lebih membuat erlina hampir jatuh pingsan.

Dear, maaf sebelumnya, kalau aku tdak berani berucap langsung padamu. Sudah lama aku mau mengutarakan kepadamu. Sudah semenjak waktu jaman kuliah dulu, namun aku tak punya cukup keberanian untuk itu. Aku sayang kamu, Erlina. Sayangku bukan bukanlah sayang sesama sahabat, tapi lebih ke sayang antara seorang pria ke perempuan. Namun, kondisiku tidak memngkinkan untuk itu, karena jiwaku terjebak dalam raga seorang perempuan. Itu yang membatasi aku untuk berterus terang kepadamu. Namun, aku tidak sanggup menyimpan rasa ini terus, tanpa kamu tahu. Kalaupun ada rasa jijik terhadapku setelah pengakuanku, aku bisa terima, dan itu adalah hakmu. Paling tidak. Aku merasa lega, aku bisa mengungkapkan isi hatiku. Maaf ya Er, atas pengakuanku ini. Semoga apa yang barusan aku sampikan ini, tidak akan merubah persahabatan kita. Aku tidak berharap lebih darimu untuk membalas rasa sayangku. Kamu tidak membenciku saja, aku sudah cukup bersyukur.


Sempat tidak percaya dengan apa yang dibaca Erlina. Bbm dari wilsa. Sahabat karibnya. Ternyata selama ini memendam persaan sayang, lebih dari seorang sahabat.



 Bersambung

No comments:

Post a Comment