image diambil dari wartanews.com
“Ahhhh….. kamu mirip sekali dengannya. Mirip sekali. Melihatmu dan memelukmu serasa
mengobati rasa kangenku padanya. “
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Perkenalanku denganmu bagiku merupakan anugrah dari Tuhan yang tak ternilai, walau untuk sebagian orang mungkin sebaliknya. Yahhh…. Apa mau dikata ibarat nasi sudah menjadi bubur, dan mungkin ini merupakan suratan takdir. Aku bisa menerimanya dengan ikhlas dan lapang dada. Aku bahagia. Sungguh – sungguh bahagia. Aku bisa memilikimu, walaupun tidak seutuhnya. Yahhh… tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Tepatnya 7 tahun yang lalu. Di saat aku terbius akan kharismamu. Semua berjalan sesuai dengan imajinasiku. Yahhh… sekali lagi, tak ada sesal dalam sanubariku.
*****
Heemmm…. Menikmati suasana musim semi di negeri sakura, membuat aku semakin menikmati kehidupanku sekarang ini. Walau tanpa dirimu di sisiku namun ada dia yang mendampingiku sapanjang waktu. Dia yang bisa mengobati serpihan – serpihan rinduku padamu.
*****
Tuhan memang adil. Aku memang tidak ditakdirkan memilikimu, melainkan aku ditakdirkan untuk memilikinya. Memilikinya sepanjang hidupku dan selalu menjadi milikku. Tuhan memang punya rencana manis untuk hamba – hamba-Nya. Mengenalmu hanyalah perantara semata untuk aku bisa menghadirkan dan memilikinya dalam kehidupanku.
*****
Pertemuan dan perpisahan kita memang sudah aku rencankan sebelumnya. Ibarat sebuah cerita, akulah penulis scenario, pemeran utama sekaligus sutradaranya. Kamu hanyalah pelengkap cerita kehidupanku saja. Takdirlah yang tidak memungkinkanmu di barisan terdepan dalam cerita.
*****
Duduk sambil bercerita dengan dia di taman merupakan rutinitas setiap musim semi yang aku lakukan, sambil memandangi keindahan bunga sakura yang bermekaran dan menikmati sejuknya udara di musim semi yang indah. Canda dan gurau yang dia lontarkan ke aku membuatku semakin bersyukur betapa beruntungnya aku bisa bertemu denganmu, walaupun aku tidak bisa memilikimu. Tatapan mata elangnya mengingatkanku pada sosok berangmu. Dia memang sempurna untukku saat ini dan untuk selamanya. Tak jemu aku memandangi dia yang berada di sampingku sambil sesekali dia tertawa kegirangan. Oh sayang…. Betapa Tuhan begitu baik menganugerahkan dia padaku.
“ Naze watashi no chichi ga inai no ka?” tanyamu tiba – tiba dengan bahasa yang masih cadel khas anak kecil. (Arti = Ma, aku kok ngga punya Papa? ).
“Soremo anata no chichi wa tengoku ni imasu. “ Jawabku sambil memelukmu
(Arti = Papamu sudah di surga, Nak )
Setelah sekian lama, pertanyaan yang kukhawatirkan meluncur juga dari bibir mungil anakku. Yah.. anakku, anak semata wayang, yang aku dapat darimu. Anak semata wayang yang aku impikan semenjak aku bertemu denganmu tujuh tahun yang lalu. Semua sesuai dengan skenarioku. Aku hanya menginginkan anak darimu, sayang. Tidak lebih. Aku tidak ingin menghancurkan keharmonisan keluargamu, walaupun aku tahu kamu mencintaiku. Tidak pula aku membohongi diriku sendiri bahwa jauh di dalam hatiku aku begitu mengharapkanmu mendampingi hari – hariku. Ahhh…. Aku tahu sedari awal hubungan kita hal yang tidak mungkin terwujud dalam lembaran kasih yang sah, untuk itulah aku hanya ingin hasil hubungan kita membuahkan hal yang indah untuk diriku. Seorang anak darimu. Lebih dari cukup untukku. Sengaja aku menyembunyikan hal ini bertahun – tahun darimu, namun ketika aku mencoba untuk membagi cerita denganmu, betapa terkejutnya diriku waktu aku mendengar kabar kamu telah meninggal setahun yang lalu. Sama terkejutnya ketika anakku, anak kita menanyakan tentang keberadaanmu.
*****
Musim semi yang selalu kulewati dengan penuh keceriaan, kali ini aku melewatinya dengan penuh keharuan. Kupandangi wajah anak semata wayangku di sebelahku, sambil aku bergumam “Ahhhh….. kamu mirip sekali dengannya. Mirip sekali. Melihatmu dan memlukmu serasa mengobati rasa kangenku padanya. “
No comments:
Post a Comment