Friday, January 24, 2014

[MBLR] Toga Untuk Ayah





Image taken from : http://solvethisgame.blogspot.com


“Bangunlah mimpi di atas mimpi, Nak. Mimpi adalah semangat hidupmu. Ketika mimpimu hancur berkeping – keeping, jangan pernah ragu untuk bangkit lagi. Ambil puing – puing mimpimu, dan rakit kembali. Ingatlah, begitu kau merkaitnya  kembali, yakinlah bahwa mimpimu bukan sekedar puing, kamu pasti mampu membangun mimpi di atas mimpi. Ayah percaya, kamu pasti bisa”

Ucapan itu selalu terngiang-ngiang di telinga Mira,  ketika ia  sedang dalam kondisi  terpuruk dan patah arang dalam mencapai asa dan citanya. Yahhh, ucapan ayahnya  kala itu, ketika Mira  pertama kalinya berpamitan dan meminta restu untuk menimba ilmu di kota pelajar Jogjakarta. Tak henti – hentinya ayahnya  selalu mengingatkan akan hal itu. Dan selama di perantauan, ucapan ayahnya  telah terbukti mengantarkan Mira  menyandang gelar sarjana dari salah satu universitas ternama di kota pelajar Jogjakarta.

Berangkat dari keluarga dengan keadaan ekonomi yang pas –pasan, Mira bertekad untuk tidak mengecawakan kedua orangtuanya. Karena bagi Mira, jerih payah mereka harus bisa dibayar dengan keberhasilan dirinya menyandang gelar sarjana sesuai dengan harapan dan impian kedua orang tuanya, terutama sang ayah.  Pekerjaan ayahnya yang hanya seorang wiraswasta kecil – kecillan dalam bidang usaha percetakan, di mana tidak setiap hari mendapatkan orderan cetakan, membuat Mira sempat mengurungkan niatnya untuk melanjutkan jenjang belajarnya sampai tingkat universitas. Mira sadar, bahwa akan sangat membutuhkan banyak biaya untuk kuliahnya kelak.  Dan dengan penghasilan ayah Mira yang tidak tetap setiap harinya, Mira ragu, ayahnya akan mampu membiayai kuliahnya sampai selesai mendapatkan gelar sarjana. Namun,  ayah Mira meyakinkannya, akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa membuat Mira kuliah sampai selesai.

“Mira, seperti yang kamu ketahui, kita bukan berangkat dari keluarga yang berada. Maka dari itu, Ayah tidak akan bisa meninggalkan harta warisan seperti keluarga lain pada umumnya. Untuk itu, yang Ayah bisa lakukakn adalah berusaha semampu Ayah untuk mengantarkanmu mencapai cita-cita dan anganmu. Yahhh…mungkin hanya itu nantinya yang bisa Ayah  wariskan ke kamu kelak kalau Ayah sudah tidak ada. Ayah  bisa berhasil membawamu meraih kesuksesan seperti yang kamu harapkan. “ perkataan ayah  Mira yang akhirnya membuat Mira yakin untuk meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Lika liku perjalanan Mira di kota pelajar  demi mewujudkan impiannya bukanlah tanpa kerikil – kerikil cobaan. Menjelang perkuliahan tingkat akhir, keadaan ekonomi keluarganya sangat terpuruk. Untuk kehidupan sehari – hari saja di rumahnya, ayahnya gali lubang tutup lubang, meminjam tetangga dan sanak saudara agar supaya dapur masih bisa mengepul. Hal ini sempat membuat Mira berinisiatif untuk mengambil cuti satu tahun dari kuliah untuk mencari pekerjaan membantu perekonomian keluarganya. Walaupun selama menjalani kulaih, Mira mendapatkan beasiswa, namun, uang beasiswa hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan akademisnya saja, sedangkan kebutuhan sehari – hari, Mira hanya mengandalkan uang bulanan dari orang tuanya dan hasil dari kerja sampingannya  dia sebagai waitress di sebuah coffee shop. Inisiatif Mira untuk mengambil cuti tersebut di tentang habis – habisan oleh Ayahnya.
“Ayah, Mira ambil cuti kuliah saja ya. Setahun. Mira akan cari kerjaan dulu untuk sementara waktu, sambil menunggu keadaan perekonomian kita membaik. Mira akan kerja full time di coffee shop, tempat  biasa Mira  kerja selepas habis kuliah. Mudah –mudahan hasilnya bisa sedikit membantu, Yah.” Kataku waktu itu lewat telepon.

”Kamu, nggak perlu cuti kuliah, Mira. Tidak perlu ikut memikirkan dari mana ayah bisa mencukupi kebutuhan kamu selama di sana. Ayah percaya, rejeki pasti ada untuk hal – hal yang baik. Tugasmu  sekarang adalah, konsentrasi saja di kuliahmu. Buat bangga ayah dengan kepulanganmu sebagai seorang sarjana. Masih ingat kan dengan ucapan ayah waktu itu? Rakit kembali mimpimu, ketika kamu merasa mimpimu hampir hancur berkeping – keping.” Jawaban ayah Mira kembali membangkitkan semangat Mira yang hampir saja padam.

 “Satu  - satunya jalan, aku harus segera menyelesaikan studiku lebih cepat dari yang seharusnya. Yuppp…aku pasti bisa” gumam Mira meyakinkan kepada dirinya sendiri sesudah mengakhiri pembicaraan dengann ayahnya melalui telepon.

Tuhan tidak akan memberikan kesulitan di luar batas kemampuan umatnya. Sepertinya ungkapan ini memang benar adanya. Terbukti, dengan berhasilnya Mira menyandang gelar serjana 6 bulan lebih cepat dari yang seharusnya. Yahh… berbekal dengan tekad dan keyakinan, serta dorongan semangat yang tak pernah putus dari orang tuanya, akhirnya Mira mampu menyelesaikan dan mempersembahkan gelar sarjana kepada mereka. Walaupun ayahnya tidak sempat melihat Mira memakai baju toga, namun Mira yakin, bahwa ayahnya juga ikut menyaksikan hari bahagia itu walupun dari tempat dan alam yang berbeda. Yahhh…dua minggu menjelang sidang ujian skripsinya, Mira mendapat kabar kalau tiba – tiba ayahnya terkena serangan jantung dan akhirnya meninggal dunia. Hal ini membuat Mira mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sempat membuat Mira seolah kehilangan tujuan hidup. Namun berkat bimbingan dan nasehat dari ibunya, serta ucapan ayahnya yang selalu dia pegang teguh sebagai cambuk semangatnya, Mira pun bangkit dari keterpurukannya dan bertekad tetap membuat bangga ayahnya.


“Ayah, terima kasih atas dorongan semangat yang tak henti – hentinya ayah berikan kepada Mira. Mira sedih sekaligus bahagia. Sedih,karena ayah tidak sempat melihat Mira memakai toga. Bahagia, karena Mira akhirnya bisa mewujudkan keinginan ayah untuk Mira menggapai impian Mira. Mira selalu pegang pesan ayah untuk tetap membangun mimpi di atas mimpi.  Mimpiku bukan sekedar puing, aku berdiri membangun mimpi di atas mimpi. Semoga ayah di sana bisa ikut merasakan kebahagiaanku. Terima kasih untuk semuanya, ayah. “ Diciumnya batu nisan di atas pusara ayah Mira setelah dia  menaburkan bunga di atasnya. 


No comments:

Post a Comment